Mencintaimu Seperti Filosofi Hujan
ILUSTRASI-playground.com-
BACA JUGA: Jarang Diketahui 5 Manfaat Rebusan Kayu Manis
BACA JUGA:Berminat jadi PPS? Ini Tahapan dan Jadwal Lengkap Seleksinya
“Jadi, Aksara, kita selesaikan aja semua ini ya?” ini sudah suaraku yang paling tabah, meski aku sedikit sakit hati karena Aksara hanya menatapku dalam diam.
Ya memang apa yang diharapkan, sih? Apa secara tak sadar aku masih menginginkan Aksara menyangkal dan menahan? Aku sudah jatuh sedalam itu padanya, ternyata.
“Aku sudah cukup mencintai kamu, sudah puas kasih kamu hujan yang deras walau kamu sendiri malah menghindar. Memang nggak semua orang suka hujan, sih, termasuk Aksara ya?”
Aku memilih kalah.
Aku tak pernah mendapat hal-hal yang kuinginkan dari Aksara karena memang aku bukan prioritasnya.
BACA JUGA:Gubernur Kembali Gulirkan Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor
Aku sibuk mencari kesalahanku padahal bukan aku yang salah, semuanya memang karena Aksara tidak ada rasa.
“Apa dengan putus Kak Adisti bisa bahagia?”
Pertanyaan yang retoris. Aksara harusnya tahu aku sakit saat dengannya, dan sakitnya bertambah saat tak dengannya.
Sebegitu serba salahnya aku mencintai dia.
“Semoga.”
Ada kalanya diriku merasa seperti tidak dicintai.