Siswa SMKS 15 Kota Bengkulu Berpotensi Terkena Dampak PLTU
Sosialisasi Sekolah Energi Bersih #2 -Radar Utara/Doni Aftarizal-
BENGKULU RU - Sebanyak 125 siswa Sekolah Menegah Kejuruan Swasta (SMKS) 15 Taruna Kota Bengkulu, berpotensi terkena dampak dari keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sepang.
Secara keberadaan PLTU Teluk Sepang yang menghasilkan polutan berbahaya mampu menyebar hingga radius 200 kilometer (KM), sementara SMKS 15 Taruna Kota Bengkulu hanya berjarak 10 KM.
Manager Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia, Hosani Hutapea mengatakan, polutan berbahaya yang dihasilkan PLTU batu bara, seperti yang berada di Teluk Sepang diantaranya Nitrogen Oksida (NOX) dan Sulfur Oksida (SOX).
"Serta secara beracun lainnya," ungkap Hosani saat sosialisasi Sekolah Energi Bersih #2.
BACA JUGA: 15 KPM di Desa Suka Negara Terima BLT-DD Triwulan I TA 2024
BACA JUGA:Tunggakan Bulanan Pelanggan Tembus Rp400 Juta Perbulan, PLN: Itu Sudah Turun!
Menurutnya, dengan fakta tersebutlah, 125125 siswa SMKS 15 Taruna Bengkulu masuk dalam kategori kelompok yang mempunyai peluang besar sebagai penerima polutan berbahaya tersebut.
"Makanya melalui sosialisasi ini, kita berharap para siswa dapat memahami dampak buruk dari energi kotor. Seiring dengan itu mereka juga mengetahui solusi penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan," kata Hosani.
Sementara pelajar SMKS 15 Taruna Bengkulu, Muhammad Febriansyah mengatakan, dampak langsung dari PLTU yang mereka rasakan adalah debu dari angkutan batubara.
"Terus terang saja, kami merasa terganggung dengan debu angkutan batu bara tersebut. Sehingga tidak jarak akhirnya mengakibatkan proses belajar tidak kondusif. Tentu ini salah satu contoh lingkungan yang terpapar energi kotor," ujarnya.
BACA JUGA:Libur Lebaran Tahun 2024, Satpol PP Giatkan Patroli di Komplek Perkantoran
BACA JUGA: Urgensi Lanjutan Pemutihan Pajak Vs Ribuan Kendaraan Nunggak Pajak
Ditambahkan Siswa MAN 1 Modal Kota Bengkulu, Afifatul, zat beracun dari PLTU batubara memberikan resiko yang langsung dapat dirasakan masyarakat.
"Lebih dari itu tentunya ancaman krisis iklim terhadap industri pelayaran maritim. Resiko buruk krisis iklim seperti perubahan pola cuaca ekstrim, naiknya gelombang air laut, kenaikan permukaan air laut, abrasi dan kerusakan infrastruktur pelabuhan," demikian Afifatul. (tux)