Kondisi Makro Ekonomi Indonesia Masih Tangguh
Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus dalam 43 bulan beruntun, didukung oleh PMI manufaktur Indonesia yang terus berada di zona ekspansif selama 28 bulan berturut-turut. ANTARA FOTO / Didik Suhartono-Radar Utara-
Di tengah risiko volatilitas kondisi global, kondisi makro ekonomi Indonesia masih cukup tangguh. Baik itu dari sisi cadangan devisa, maupun masih adanya pijakan yang kuat dari APBN untuk memacu pembangunan di 2024.
Ilustrasi di atas tergambarkan juga dari laporan Bank Indonesia soal posisi cadangan devisa Indonesia. Bahkan, posisi cadangan devisa saat ini dinilai mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Seperti disampaikan Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, posisi cadangan devisa Indonesia mencapai rekor tertinggi di level USD146,4 miliar pada akhir 2023. Posisi tersebut meningkat tinggi jika dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2023 yang sebesar USD138,1 miliar.
Selain itu, posisi cadangan devisa pada Desember 2023 juga merupakan yang tertinggi dalam 27 bulan terakhir. Posisi cadangan devisa tertinggi sebelumnya, yaitu pada September 2021, tercatat sebesar USD146,9 miliar.
“Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut [pada Desember 2023] antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (8/1/2024).
Nah, tentu ada yang bertanya tentang yang dimaksud dengan cadangan devisa? Cadangan devisa adalah aset yang dimiliki oleh bank sentral dan otoritas moneter, biasanya disimpan dalam mata uang asing.
Secara umum, mata uang dalam cadangan devisa adalah yang diakui oleh banyak negara dan berlaku secara internasional seperti euro, dolar AS, yen, dan pound sterling. Dengan demikian, cadangan devisa suatu negara akan digunakan untuk membiayai defisit neraca pembayaran serta menjaga stabilitas nilai tukarnya.
BACA JUGA: Stabilitas Jasa Keuangan Masih Terjaga
Berkaitan dengan kenaikan posisi cadangan devisa per Desember 2023, Erwin menyampaikan, kenaikan posisi cadangan devisa itu antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Selain itu, lanjutnya, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Cadangan devisa pada akhir 2023 pun berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. “BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” kata Erwin.
BI juga memandang cadangan devisa akan tetap memadai, yang didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Benar, cadangan devisa adalah instrumen yang penting agar stabilitas makro ekonomi tetap terjaga. Demikian pula dengan kinerja APBN. Seperti disampaikan Menkeu Sri Mulyani, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 berperan penting sebagai shock absorber dalam upaya meredam dampak gejolak perekonomian global di tengah risiko volatilitas kondisi global,
“Kinerja APBN 2023 yang sehat dan terjaga kuat, serta momentum pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut, diharapkan dapat menjadi pijakan kuat bagi APBN dalam rangka mencapai target pembangunan di tahun 2024,” ujar Sri Mulyani dalam konpers Kinerja APBN 2023.
Dia menambahkan perekonomian nasional di tahun 2023 mampu tumbuh 5,05% (Q1-Q3) dengan tingkat inflasi yang terjaga dan terkendali serta tren menurun sepanjang tahun dengan dengan kerja keras APBN.
Selain itu, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus dalam 43 bulan beruntun, didukung oleh PMI manufaktur Indonesia yang terus berada di zona ekspansif selama 28 bulan berturut-turut.
Akselerasi belanja negara dilaksanakan sebagai wujud dukungan penuh APBN dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat, percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas, pelaksanaan kebutuhan agenda Pemilu 2024, serta meredam dampak El Nino dan stabilisasi harga.
BACA JUGA: Mendorong Tumbuhnya Ecotourism Berbasis Desa
“Risiko global terjadi itu, alhamdulillah dengan risiko yang terjadi ini, kita masih mampu menjaga stabilitas ekonomi, dan APBN kita jadi bukannya risikonya tidak terjadi, tapi risikonya terjadi dengan geopolitik, komoditas yang jatuh, ekspor utama lemah, dan segala macam. Namun kita masih bisa menjaga stabilitas ekonomi dan APBN kita,” ungkap Sri Mulyani.
Kinerja positif pelaksanaan APBN tahun 2023 juga ditunjukkan oleh kondisi fiskal yang semakin sehat, dengan ditopang pendapatan negara yang meningkat signifikan.
Dalam hal ini, realisasi defisit mencapai 1,65 persen terhadap PDB atau lebih rendah dari targetnya pada APBN 2023 sebesar 2,84 persen PDB, atau pada Perpres 75/2023 sebesar 2,27 persen terhadap PDB. Hal ini menyebabkan keseimbangan primer berhasil kembali mencapai nilai positif setelah surplus terakhir di tahun 2011.
Namun demikian, Sri Mulyani juga mengingatkan spillover effect dari pelemahan ekonomi global serta tingginya suku bunga global masih tetap perlu diwaspadai dampaknya di 2024. (*)
Sumber : Indonesia.go.id