Masyarakat Enggano Soroti Implementasi Inpres Prabowo Subianto
Diskusi publik Masyarakat Adat Enggano dalam pusaran krisis yang digelar AMAN Wilayah Bengkulu-Radar Utara/ Doni Aftarizal-
BACA JUGA:Pemerintah Dinilai Perlu Naikan Status Enggano jadi Darurat
BACA JUGA:Masyarakat Enggano Tak Bisa Menunggu, Rieke: Segera Cari Solusi
Dibagian lain, Aktivis Ruang Perempuan, Puji Hendri menyebutkan, krisis ekonomi yang terjadi di Pulau Enggano, memberikan dampak besar bagi perempuan-perempuan Enggano.
"Dimana kalangan perempuan yang memanajamen keuangan di ruah tangga, secara langsung terbeban psikologis akibat krisis ekonomi yang melanda. Walaupun tekanan psikologis itu tidak bisa dilihat secara langsung," terang Puji.
Perwakilan Azam Community, M. Prihatno mengaku, sebelum tiba di lokasi diskusi publik, Ia sempat singgah dan mendengar beberapa pihak mengatakan untuk apa diskusi karena Inpres sudah ada.
"Ini secara langsung juga membuktikan euforia yang berlebihan pasca diterbitkannya Inpres tersebut," beber pria yang akrab disapa Atno ini.
Faktanya, Inpres tersebut belum terlihat implementasinya. Mengingat sampai dengan saat ini persoalan yang dihadapi masyarakat Enggano belum juga teratasi.
"Walaupun dalam Inpres tersebut, setidaknya menugaskan sekitar 21 lembaga untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat Enggano. Maka dari itu, pasca penertiban Inpres ini wajib kita kawal," ujar Atno.
Selain itu, Atno juga menyoroti, ketidakjelasan lembaga atau pihak mana, yang mengkoordinir pelaksanaan atau implementasi dari Inpres tersebut.
BACA JUGA:Kemiskinan Menghantui, Masyarakat Enggano Dalam Keputusasaan
BACA JUGA:Ekonomi Masyarakat Enggano Terpuruk, Pemerintah Diminta Berikan Solusi
"Apa mungkin pemerintah daerah (Pemda) Provinsi Bengkulu. Karena dalam Inpres itu Gubernur Bengkulu diamanakan untuk membentuk tim koordinasi penanganan keadaan tertentu Pulau Enggano. Hanya saja tim yang dimaksud belum terdengar sudah dibentuk atau belum," sindir Atno.
Akademisi Universitas Bengkulu (UNIB), Dr. Arie Elcaputra menilai, disamping keberadaan Inpres, tidak kalah pentingnya yakni rancangan detail yang memuat rencana jelas dalam penanganan krisis Enggano.
"Idealnya semakin banyak lembaga yang terlibat, penanganan krisis Enggano harusnya semakin ringan. Tapi karena rencana detail itu kemungkinan belum ada, akhirnya seperti berjalan tanpa peta," papar Arie.
Perwakilan AJI Bengkulu, Harry Siswoyo menyebutkan, munculnya berbagai framing yang berbanding terbalik dengan fakta sebenarnya di Pulau Enggano, salah satu penyebabnya karena minimnya jurnalis yang turun langsung ke Enggano.