Dedi Mulyadi dan Mulyono Menggema di Kampus UI, Begini Respons Gubernur Jabar

Reporter: Ependi |

Editor: Benny Siswanto |

Sabtu , 31 May 2025 - 11:58

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi-ANTARA FOTO-

Tak heran, munculnya "Mulyono Jilid Dua" untuk Dedi Mulyadi pun mengundang perdebatan di ruang digital, dari yang mendukung hingga mencibir.

Meski demikian, Dedi mengaku tak mempermasalahkan segala bentuk julukan yang disematkan padanya. Baginya, yang terpenting adalah hasil kerja nyata bagi masyarakat.

"Disebut apa saja boleh. Julukan itu tak masalah, asal karya kita nyata dan bermanfaat,” ucapnya santai.

Di era digital yang serba terbuka ini, menurut Dedi, media sosial menjadi alat efektif untuk menyampaikan kinerja dan menjembatani komunikasi antara pemimpin dengan rakyatnya. Ia menganggap keterbukaan informasi sebagai sebuah kebutuhan zaman.

"Kita tidak bisa menutup-nutupi. Masyarakat berhak tahu apa yang dilakukan pemimpinnya," tambahnya.

Namun, ia juga menyadari bahwa pendekatan tersebut tak selalu diterima semua pihak. Dedi menganggap kritik sebagai bagian penting dari kehidupan demokrasi, selama dilakukan secara objektif dan dengan niat membangun.

"Kalau semua orang suka, justru itu mencurigakan. Kritik itu penting, karena jadi pengingat dan alat kontrol," tegasnya.

Di tengah sorotan yang semakin tajam, Dedi tetap memilih fokus pada tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin daerah. Ia memastikan bahwa dirinya tak bekerja demi citra atau popularitas semata.

"Saya akan terus bekerja, bukan untuk julukan, tapi untuk hasil. Hasil kerja yang baik akan bicara sendiri," tutupnya dengan penuh keyakinan.

Fenomena julukan “KDM” mencerminkan bagaimana ruang digital kini memainkan peran besar dalam membentuk persepsi publik terhadap figur politik.

Terlepas dari konotasinya, satu hal yang tak terbantahkan adalah kemampuan Dedi Mulyadi dalam memanfaatkan platform digital untuk menyampaikan program dan membangun kedekatan dengan masyarakat.

dedi mulyadi dan mulyono menggema di kampus ui, begini respons gubernur jabar                             radarutara.bacakoran.co – sebuah julukan baru tengah ramai diperbincangkan warganet dan menyeret nama gubernur jawa barat, dedi mulyadi atau kang dedi mulyadi di tanah pasundan yang disingkat kdm, diplesetkan sebagai akronim dari kang dedi mulyono.
siapa mulyono? adalah sebutan kecil dari jokowi presiden ke 7 republik indonesia yakni joko widodo. mulyono yang sempat viral, dapat diartikan sebagai ledekan politik kepada jokowi yang disorot saat menuju penghujung jabatannya yang dinilai masih meninggalkan sejumlah pr tak terselesaikan hingga kebijakan fenomenalnya, hutang negara yang ditinggalkan serta pemindahan ikn yang dinilai tanpa dibarengi dengan kajian akademik yang benar.
paripurnanya jokowi yang meninggalkan sejumlah ingatan positif dan negatif yang lumrah bagi seorang politisi. belakangan, pendekatan populer ala dedi mulyadi via media sosial alih-alih bisnis dan cara yang ia lakukan untuk menarik simpatik masyarakat jabar khususnya, kerap dikaitkan dengan ciri yang identik dengan langkah catur jokowi dari sisi politik personal branding. 
secara singkat, biografi dedi mulyadi secara politik, mengawali kariernya dari anggota dprd purwakarta, kemudian hijrah ke eksekutif menjadi bupati purwakarta 2 periode yang kemudian diteruskan sang istri saat itu sebagai bupati purwakarta ke-9, anne ratna mustika sekaligus perempuan pertama di sana yang jadi bupati.
baca juga:gubernur dedi mulyadi emosi, semprot pendukung persikas di tengah acara 
baca juga:mulai gak beres, rumah dedi mulyadi diteror
dedi yang seorang muslim atau beragama islam itu, kemudian hijrah ke gerindra, meninggalkan golkar dan pada 2024 terpilih menjadi anggota dpr ri fraksi gerindra, tapi kemudian mundur dari jabatan di legislatif, lantaran melaju ke gelanggang kontestasi pilkada jabar dan menang.   
sosok yang dikenal aktif di media sosial ini kini dijuluki "kdm" alias kang dedi mulyono, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai sindiran terhadap gaya komunikasinya yang dinilai penuh pencitraan digital.
julukan “kdm” mulai mencuat dan memancing diskusi hangat setelah dedi menyebut istilah tersebut secara langsung dalam sebuah kuliah umum di fakultas ilmu budaya (fib), universitas indonesia, selasa, 27 mei 2025. di hadapan ratusan mahasiswa, ia dengan tenang menanggapi berbagai sebutan yang diarahkan padanya.
"gubernur konten. ada satu lagi yang terbaru, kdm, kang dedi mulyono," ujar dedi yang langsung disambut tawa dan tepuk tangan audiens kampus yang beralamatkan di jalan margonda raya, pondok cina, beji, kota depok, jawa barat.
baca juga:vasektomi syarat program umkm di jabar, tegas dibantah dedi mulyadi
baca juga:oini asal duit kedeudeuh kang dedi ke persib bandung kampiun liga indonesia 2025
kampus ui di depok merupakan kampus utama yang memiliki beragam jurusan mulai dari fakultas ilmu komputer, kesehatan, hingga kedokteran.
istilah "mulyono" sendiri sebelumnya sempat melekat pada tokoh-tokoh yang dinilai gencar membangun citra melalui media sosial, mirip dengan gaya komunikasi publik mantan presiden joko widodo. 
tak heran, munculnya "mulyono jilid dua" untuk dedi mulyadi pun mengundang perdebatan di ruang digital, dari yang mendukung hingga mencibir.
meski demikian, dedi mengaku tak mempermasalahkan segala bentuk julukan yang disematkan padanya. baginya, yang terpenting adalah hasil kerja nyata bagi masyarakat.
baca juga:gubernur dedi mulyadi emosi, semprot pendukung persikas di tengah acara
baca juga:mulai gak beres, rumah dedi mulyadi diteror
"disebut apa saja boleh. julukan itu tak masalah, asal karya kita nyata dan bermanfaat,” ucapnya santai.
di era digital yang serba terbuka ini, menurut dedi, media sosial menjadi alat efektif untuk menyampaikan kinerja dan menjembatani komunikasi antara pemimpin dengan rakyatnya. ia menganggap keterbukaan informasi sebagai sebuah kebutuhan zaman.
"kita tidak bisa menutup-nutupi. masyarakat berhak tahu apa yang dilakukan pemimpinnya," tambahnya.
namun, ia juga menyadari bahwa pendekatan tersebut tak selalu diterima semua pihak. dedi menganggap kritik sebagai bagian penting dari kehidupan demokrasi, selama dilakukan secara objektif dan dengan niat membangun.
"kalau semua orang suka, justru itu mencurigakan. kritik itu penting, karena jadi pengingat dan alat kontrol," tegasnya.
baca juga:vasektomi syarat program umkm di jabar, tegas dibantah dedi mulyadi
baca juga:oini asal duit kedeudeuh kang dedi ke persib bandung kampiun liga indonesia 2025
di tengah sorotan yang semakin tajam, dedi tetap memilih fokus pada tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin daerah. ia memastikan bahwa dirinya tak bekerja demi citra atau popularitas semata.
"saya akan terus bekerja, bukan untuk julukan, tapi untuk hasil. hasil kerja yang baik akan bicara sendiri," tutupnya dengan penuh keyakinan.
fenomena julukan “kdm” mencerminkan bagaimana ruang digital kini memainkan peran besar dalam membentuk persepsi publik terhadap figur politik. 
terlepas dari konotasinya, satu hal yang tak terbantahkan adalah kemampuan dedi mulyadi dalam memanfaatkan platform digital untuk menyampaikan program dan membangun kedekatan dengan masyarakat.
dedi mulyadi, tampaknya menyadari betul bahwa konsekwensi dari aktivitasnya yang aktif di sejumlah platform media sosial itu, bakal menimbulkan persepsi berbeda. 
baca juga:gubernur dedi mulyadi emosi, semprot pendukung persikas di tengah acara
baca juga:mulai gak beres, rumah dedi mulyadi diteror
positif dan negatif sudah pasti ada namun dedi mulyadi cukup bijak merespon nyiyiran netizen itu. tak hanya terhadap kritik, saran bahkan hujatan yang dilontarkan dengan berbagai julukan berkonotasi negatif. 
namun kdm juga tak jumawa serta tampak biasa saja, ketika ada sisi positif yang disampaikan berupa pujian dan apresiasi dari masyarakatnya. 
dedi mulyadi memastikan, dirinya tetap bekerja secara nyata, turun ke masyarakat dengan pendekatan humanis tetap memberikan gebrakan cepat serta solusi nyata yang tak berbelit. (**)

Tag

Share

Koran Edisi Terbaru

Baca Koran RADAR UTARA, 18 DESEMBER 2025

Berita Terkini

Berita Terpopuler

Berita Pilihan