Penjamah di Tanah Tuah

Ilustrasi-Radar Utara-

"Takguna semua, Narang. Musyawarah hanya untuk manusia yang ada nurani, sedangkan mereka telah buta oleh benda."

Lembayung kelabu merintihkan gerimis kepada kami. Angin perlawanan menepuki pipi juga telinga. Dari rupa buruan yang kupandang, logikaku berontak untuk putuskan perang.

BACA JUGA:Celurit Matrah

BACA JUGA:Defisit Kebudayaan: Sastra dalam Bayangan Pasar dan Prinsip 5W-1H

Dehen Djata membaca mimicku lalu menyeringai seperti tak setuju. 

"Buka isi kepalamu, Narang. Maling-maling itu piawai berkelebat dalam hukum. Putuskan langsung atau bukan hanya patok itu yang tumbang. Akh!! Sudahlah! Biarku penggal satu untuk peringatan dan tebusdosa!"

Aku berteriak memberhentikan langkah Dehen yang maju dengan mata nyalang. Aku masih menghormati arti manusia dalam petuah tetua adat. Meski banyak kaumku menganggap kulemah. Aku tetap hargai warisan itu. Kecuali satu hal, jika ujung jari excavator itu mulai sentuh patok makam adat! Sungguhku cencang mereka tanpa sisa.

Sorak sorai lalu pecah dari kedua kubu manakala aku menangkap dan menahan perut Dehen Djata.

"Sudah, Pak Robi. Kasih bunting mereka punya tangan!" teriak satu orang sekuriti memantik.

BACA JUGA:Kembali ke Laut

BACA JUGA:Ibu Sambung

Siang ini semuanya memang telah bersiap dengan senjata. Sudah terlalu lama memendam bara. Pelarangan pemberondolan dengan tindakan sewenang-wenang, banjir yang dating saat penghujan, dan petaka dari limbah janjangan itu; Oh Sang Hyang, bayi-bayi ispa, muda tua disentri, dan babi kami pun binasa oleh penyakit yang terbawa janjangan jahanam itu. Lantas apa? Penggerusan tetap melebar dan makin berani.

"Kalian minggir. Kami berjanji akan ada kopensasi dari pihak perusahaan. Kalian bias berkebun di lahan plasma. Bibit palawija dan ternak sapi kami sediakan. Hak Guna Lahan, ambillah."

Sekarang merekalontarkan pertukaran. Bagaimana mungkin lebih dari seribu hectare tanah moyang kami yang diambil dan ditanami sawit itu dijadikan satu kesepakatan. Berapa tahun tanaman akan hidup jika bersaing dengan bibit sawit? Sapi? Sungguh tak masuk akal yang mereka berikan itu dengan makanan tersedia tak lebih dari sepah dan duri.

BACA JUGA:FATAMORGANA BRAVIA MANJIA

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan