Ibu Sambung
Sapta Arif-Sapta Arif-
Cerpen : Sapta Arif
Cahaya matahari belum susut sempurna tatkala Lek Dimang mengabariku kabar duka.
Dalam telepon yang singkat itu, Lek Dimang hanya berkata, Nduk ndang mulih, Yu Nar kapundut. Sejenak aku diam, terasa aliran darahku semakin cepat menuju ke ubun-ubun kepala. Hingga membuatku pening. Pandang mataku berkaca-kaca, dari jauh terdengar bunyi adzan Maghrib. Telingaku berdengung, bergantian terdengar suara adzan dan suara Yu Nar memanggilku.
Yu Nar adalah satu dari sekian banyak perempuan yang kawin dengan laki-laki yang tak dikenalnya. Belum genap satu tahun ia lulus SMA, seorang laki-laki pemborong datang ke rumah, lantas mengutarakan niat melamar Yu Nar.
“Pemborong pabrik, kerjanya ngutak-atik mesin pabrik yang besar. Proyeknya banyak, sibuknya bukan main,” begitu kenang Yu Nar menceritakan mantan suaminya.
BACA JUGA:GUBUK KECIL DAN RINTIK HUJAN
BACA JUGA:FATAMORGANA BRAVIA MANJIA
Pernikahan itu berlangsung singkat, sesingkat orang tua Yu Nar mengambil keputusan menerima lamaran dari laki-laki pemborong itu. Harapan akan pernikahan bahagia di benak Yu Nar hanyalah mimpi belaka.
Suami Yu Nar jarang pulang, paling banter sebulan sekali. Bahkan menjelang bulan Ramadhan, ia kerap hilang kabar. Katanya, banyak lembur untuk kejar tabungan lebaran.
Perkataan itu akhirnya ia ingkari sendiri. Jangankan bawa uang, setiap akan pergi kerja ke luar kota, ia minta sangu pada Yu Nar. Tidak jarang pula, Yu Nar pinjam uang pada bapaknya. Dan jangan mengharapkan pinjaman itu akan kembali.
Yang ada, malah bertumpuk hingga banyak. Hingga pada lebaran kelima, suaminya tidak pulang. Yu Nar mati-matian mencari kabar keberadaannya. Namun, upayanya itu justru menemukan jawaban yang paling pahit. Sepahit ucapan bapaknya, yang meminta uang pinjamannya dikembalikan.
BACA JUGA:LELANANGE JAGAD MERINGKUK DI KOSAN
BACA JUGA:Wanita yang Nglungsungi Seperti Ular
“Anak ngga tahu untung, mati-matian bapak carikan jodoh buat kamu. Malah enak-enakan di rumah, suami ngga kamu urus, sampai ngga pulang-pulang.”
Bapak Yu Nar tidak pernah tahu, pada malam-malam ketika suaminya pulang, laki-laki ini hanya minta jatah kelon. Ketika pagi datang, ia pamit pergi lagi. Tanpa nafkah, tanpa kepastian pulang kapan lagi. Yu Nar mati-matian menyembunyikan hal ini pada bapaknya, hingga pada satu pagi Lek Dimang mengabarkan kabar keparat itu.