Ibu Sambung
Sapta Arif-Sapta Arif-
“Suamimu Nar,” Lek Dimang memberikan jeda, menarik napas panjang, lalu berkata lagi, “sudah punya istri dan dua anak.”
“Lek Dimang pernah ketemu ketika nyupir ke Sukabumi. Di pasar, suamimu yang brengsek itu, mengantar seorang perempuan yang menggendong bayi.” tambahnya Lek Dimang dengan suara geram. Lek Dimang melabrak dan memukuli suami Yu Nar.
BACA JUGA:DI NEGERI PARA PESOLEK
BACA JUGA:Sebelum Pandemi dan Sesudah Itu Mati
Jika bukan karena temannya dan seorang satpam pasar, mungkin Lek Dimang bisa membunuh suami Yu Nar.
Aku tidak pernah membayangkan bagaimana perasaan Yu Nar saat itu. Mendengar ceritanya saja membuat hatiku hancur, apalagi berada di posisi Yu Nar. Belum cukup sampai di situ penderitaan Yu Nar. Bapaknya terkena stroke dan sakit maag ibunya yang sudah lama tidak kambuh, mendadak menjadi-jadi. Empat petak sawah keluarga Yu Nar seketika habis dijual.
Keluarga Yu Nar menghabiskan uang untuk berobat hingga ibu Yu Nar tiada dan disusul bapaknya. Yu Nar hidup sebatang kara, hingga pertemuanku dengannya lima belas tahun yang lalu.
Aku masih berusia lima tahun, ketika Yu Nar datang ke rumah. Bapakku adalah seorang jaksa yang bekerja di pengadilan negeri. Sedangkan ibu tidak kalah sibuk, saat itu ia mengajar di SMA dan kuliah S2 di Unsoed. Kedua orang tuaku seperti tidak punya waktu barang sejenak untuk bersama.
BACA JUGA:PEREMPUAN YANG MENJUAL DIRINYA PADA JARAK
BACA JUGA:Anak Sekolah Dasar yang Mati Tak Berdasar
Setiap pagi hingga sore mereka bekerja. Kalau sudah malam, kami hanya sempat makan bersama. Kemudian, tidur di kamar masing-masing.
Tidak ada bedanya di akhir pekan. Jika tidak lembur, bapak menerima banyak tamu.
Sedangkan ibu, terlalu sibuk mengerjakan tugas kuliah. Aku hidup seperti anak yatim piatu.
Kepedihanku semakin bertambah, saat hari penerimaan rapot tiba, kedua orang tuaku tidak bisa datang. Yu Nar yang bekerja sebagai rewang selalu menggantikan peran mereka dari SD hingga SMA.
Manakala ibu sudah lulus S2, bapak lekas menganjurkan ibu untuk lanjut ke S3. Mumpung masih muda, katanya. Kuliah S2 dihabiskan selama 3 tahun, lanjut S3 yang molor hingga 7 tahun. Genap sudah penderitaanku tanpa orang tua.