Ibu Sambung
Sapta Arif-Sapta Arif-
Beberapa kali ketika pulang kampung, aku meluangkan waktu datang ke rumahnya. Sayangnya, belakangan Yu Nar terlihat semakin kurus dan lesu.
Bapak dan Ibuku masih saja sibuk. Apalagi Ibu sekarang sudah menjadi dosen ilmu ekonomi di Unsoed. Lalu bapak, ah bahkan aku pun tak tahu sekarang menjabat menjadi apa. Tak pernah aku mendengar cerita-cerita dari mereka.
Setiap akhir semester tiba, mereka hanya bertanya soal nilai, nilai, dan nilai. Tabunganku tak pernah telat mereka isi, sebulan sekali. Jika aku butuh uang, aku tinggal ngomong saja. Tidak perlu waktu lama, ada notifikasi transfer masuk dari ponsel.
BACA JUGA:DI NEGERI PARA PESOLEK
BACA JUGA:Sebelum Pandemi dan Sesudah Itu Mati
Bahkan, malam ini, aku sampai lupa mengabari bapak dan ibu kalau aku sedang dalam perjalanan pulang.
Atau, bapak ibuku memang tidak tahu kalau Yu Nar sudah tiada.
Dalam perjalanan pulang, menggunakan bus malam, aku kembali teringat satu-satunya kenangan dengan ibu. Waktu itu, aku duduk di kelas 2 SMP. Seorang guru BK datang ke kelas meminta siswa untuk menuliskan biodata. Entah setan dari mana yang menuntun jari-jariku menulis nama ibu dengan nama SUNARTI, nama asli dari Yu Nar.
Sedangkan nama bapak, aku beri tanda strip. Pulangnya, barangkali itu pertama kali ibu membereskan kamarku, dan menemukan lembaran biodata itu di meja belajar.
BACA JUGA:PEREMPUAN YANG MENJUAL DIRINYA PADA JARAK
BACA JUGA:Anak Sekolah Dasar yang Mati Tak Berdasar
Malamnya, aku kena marah. Ibu mengatakan, “sana, ikut ibumu, Yu Nar! Ngga usah minta sangu dari bapak ibu!”
Meskipun kejadian malam itu adalah emosi sesaat dari ibu. Dari dulu hingga sekarang pun, aku masih menganggap Yu Nar sebagai ibuku. Meski bukan ibu kandung. Yu Nar adalah Ibu Sambungku.
Ponorogo, 2023-2024
*Sapta Arif. Berkarya dari komunitas Sutejo Spektrum Center Ponorogo. Saat ini menjadi pengajar sastra di STKIP PGRI Ponorogo.