Tepat di kawasan puncak ini berdiri tiga bangunan, salah satunya berukuran lebih besar dan bertingkat. inilah kastil atau tempat peristirahatan yang dibangun oleh perusahaan timah kolonial, Banka Tin Winning Bedrijft (BTW) pada 1927 silam.
BACA JUGA:Sejarah Baru! PON 2024 Digelar di Aceh dan Sumatra Utara
BACA JUGA:Jejak Sejarah Pabrik Semen Pertama di Asia Tenggara
Kendati lokasinya menyepi dan jauh dari keramaian, fasilitas dari kompleks peristirahatan atau berghotel ini terbilang lengkap di masanya seperti lapangan tenis, listrik dan air bersih, serta mess penjaga.
Kastil ini resmi digunakan pada 28 Agustus 1928 dan Pesanggrahan Menumbing menjadi bangunan utama di sana. Bangunan utama ini memiliki 25 kamar dan diperuntukkan bagi para petinggi BTW saat berlibur.
Lokasi Pengasingan
Seperti dikutip dari website Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, peran Pesanggrahan Menumbing makin terasa tatkala peristiwa Agresi Militer II oleh tentara Belanda meletus pada 19 Desember 1948.
Ketika Belanda menguasai Yogyakarta, mereka menangkapi tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Sutan Sjahrir, Agus Salim, pada 22 Desember 1948 dan diasingkan ke Berastagi memakai pesawat B-25.
BACA JUGA:Jejak Sejarah Gedung Lawang Sewu Semarang
BACA JUGA:Jejak Prasejarah di Museum De Tjolomadoe
Selanjutnya, giliran Mohammad Hatta, Ali Sastroamidjojo, Mohammad Roem, Ass'at, Soerjadi Soerjadarma, dan AG Pringgodigdo diasingkan ke Muntok pada 31 Desember 1948.
Mereka menjadi rombongan pertama yang masuk ke Muntok sebelum ditempatkan di kastil BTW. Mereka mendarat di landasan udara Kampung Dul yang sekarang dikenal sebagai Bandar Udara Depati Amir, Kota Pangkal Pinang dan menyusuri perjalanan darat selama empat jam membelah hutan belantara ke arah barat menuju Muntok.
"Tuan-tuan akan dibawa ke Muntok. Dekat Muntok ada Gunung Menumbing, di situ ada sebuah pesanggrahan kepunyaan Tambang Timah dan tuan-tuan akan ditempatkan sementara di situ," kata kontrolir Belanda yang menjemput Mohammad Hatta dan kawan-kawan.
Hal itu diungkapkan Bung Hatta dalam bagian ketiga seri buku otobiografinya Untuk Negeriku: Menuju Gerbang Kemerdekaan.
BACA JUGA:Gandeng Tokoh Sejarah Transmigrasi, Pemdes Karang Tengah Ramah Tamah
BACA JUGA:Jejak Sejarah Kerajaan Kutai Martadipura dan Orang Basap