BACA JUGA:Ancaman Perang Dunia III Kian Nyata, Kehancuran Dunia Seperti di Ujung Tanduk
Sedangkan untuk TB resisten obat (RO) sebesar 73 persen dari target 90 persen dan hanya satu provinsi yang mencapai target yaitu Yogyakarta.
Artinya masih terdapat sejumlah orang yang terkonfirmasi TBC yang tidak memulai pengobatan dan dapat menularkan pada orang-orang di sekitarnya.
Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab sulitnya menurunkan jumlah kasus TBC di Indonesia, apalagi penularan penyakit TBC sangat mudah dan cepat.
Untuk membantu pengambilan kebijakan menjadi tepat sasaran, Nelse Trivianita, dkk.
BACA JUGA:Udah Tau Belom, Kalo Shopee Bisa Minjem Duit Sampe 50 Juta. Caranya Super Simpel
BACA JUGA:Sudah Dipercayai Sejak Dulu, Ternyata Sambiloto Mengandung Banyak Manfaat Bagi Kesehatan Tubuh
menyusun Indeks Kerawanan Sosial (IKS) terhadap Tuberkulosis pada tahun 2016.
Dengan adanya IKS terhadap TBC bisa dipetakan wilayah mana saja yang memiliki kerawanan terhadap TBC yang sangat tinggi hingga wilayah yang memiliki kerawanan terhadap TBC yang sangat rendah.
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi kerawanan sosial terhadap tuberkulosis yaitu kondisi perumahan dan keterpaparan terhadap asap, ekonomi, sosial demografi, dan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini mendukung pernyataan The Global Fund bahwa TBC memiliki kecenderungan membunuh lebih banyak orang di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
BACA JUGA: Kemenag Mukomuko Jemput Koper Jemaah Haji 2024 di Bengkulu
BACA JUGA:Lakmud IPNU dan IPPNU, Ciptakan Generasi Muda Yang Kuat
Faktanya, sekitar 50% kematian akibat TBC global terjadi di negara-negara G20.
Begitu pula di Indonesia, provinsi di wilayah timur memiliki tingkat kerawanan sosial terhadap tuberkulosis yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia.
Pemerintah memang sudah berupaya untuk menyelesaikan masalah TBC, namun perlu dilakukan evaluasi untuk memaksimalkan setiap upaya sehingga kebijakan yang diambil lebih tepat sasaran.