Masuk babakan sejarah kemudian. Dalam Kitab Pararaton, Ken Arok, sebelum jadi Raja Singasari di abad ke-13, konon ialah tukang sabung ayam.
Pun sejarah mencatat, di Kerajaan Shingasari pernah terjadi peristiwa politik besar saat momen sabung ayam.
Raja Singhasari yang berkuasa saat itu, Anusapati, dibunuh adik tirinya, Tohjaya, saat raja itu menyaksikan sabung ayam.
Raja Hayam Wuruk yang berkuasa di Kerajaan Majapahit 1350-1389 juga menarik disimak.
BACA JUGA:Kepastian Skema Seleksi Panwascam Mendesak!
BACA JUGA:Safari ke Desa Padang Kala, Wabup ASA Diminta Tak Ragu Maju Bupati
Di masa itu memang lazim pemberian nama orang meminjam nama-nama binatang tertentu.
Sebutlah Kebo Anabrang, Lembu Sora atau Gajah Mada, misalnya.
Pemilihan nama-nama binatang kerbau dan gajah, tentu memiliki asosiasi akan kebesaran tokoh-tokoh tersebut.
Namun demikian nama raja terbesar di era Majapahit, Hayam Wuruk yang juga bergelar Maha Raja Sri Rajasanagara, justru memakai nama ayam.
BACA JUGA:UMKM, Yuk Ajukan Pembiayaan Usaha dari Pemerintah!
BACA JUGA: Permintaan Domestik Topang Sektor Manufaktur Indonesia
Seperti diketahui, Hayam Wuruk artinya “Ayam yang Terpelajar”.
Mari meninjau Sulawesi. Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa pernah berperang gara-gara momen perhelatan sabung ayam.
Dikisahkan di tahun 1562, Raja Gowa X yaitu I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1548 –1565) berkunjung ke Bone.
Kedatangan tamu negara ini dimeriahkan pesta sabung ayam (massaung manu’). Raja Gowa mempertaruhkan 100 katie emas.