BACA JUGA: 5 Komitmen Bersama Yang Dilahirkan Dalam Rembuk Stunting
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Ajak Masyarakat Teladani Makna Nuzulul Qur'an
Raja Bone saat itu yaitu La Tenrirawe Bongkange’ mempertaruhkan orang panyula (satu kampung).
Konon, sabung ayam ini bukanlah sabung ayam biasa. Ayam jantan yang diadu jadi wahana adu kesaktian dua raja penguasa semenanjang barat dan timur ini.
Alhasil, ayam sabungan Raja Gowa mati terbunuh. Ayam Raja Bone menang.
Ini berarti kesaktian Raja Bone nisbi lebih tinggi ketimbang Raja Gowa.
BACA JUGA: Tahun 2024, Pemprov Bengkulu Fokus Turunkan Stunting
BACA JUGA: Kolaborasi Tekan Angka Stunting
Persoalan mulai muncul ketika kekalahan sabung ayam tersebut dikait-kaitkan dengan tanda-tanda kemerosotan kekuasaan Kerajaan Gowa.
Raja Gowa Daeng Bonto terpukul dan malu. Tragedi ini dipandang sebagai peristiwa siri’ oleh Kerajaan Gowa.
Sepulangnya di Gowa, Tunipalangga Ulaweng langsung mempersiapkan pasukan dan menyerang Kerajaan Bone.
Sejak itulah perang saudara berkobar. Perang ini memakan waktu satu generasi.
Perang berakhir di masa Raja Gowa XI, I Tajibarani Daeng Manrumpa Karaeng Data.
BACA JUGA:Korban Begal 1 Orang, Korban Lain Terluka Karena Jatuh Saat Mengejar Pelaku
BACA JUGA:Nenek Sebatang Kara Disantuni Satgas PAM Puter Enggano
Akhir kisah perseteruan diadakan perjanjian perdamaian Tellumpoccoe di tahun 1582.