RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Tersohor sebagai Kota Lumpia, Semarang tak hanya menarik disambangi karena kekayaan wisata kulinernya.
Lebih dari itu, Kota Semarang yang identik dengan bangunan lawas Lawang Sewu dan klenteng megah Sam Poo Kong rupanya banyak menyimpan kisah sejarah di masa lampau yang bisa ditelusuri dari jejak peninggalannya yang masih tersisa di sudut-sudut kota.
Adalah rute Kauman, rute tur jalan kaki menapak tilas kehidupan di Kampung Kauman, Semarang, yang saya ikuti bersama Bersukaria Walking Tour.
Bersukaria sendiri merupakan sebuah tour organizer berbasis di Ibu Kota Jawa Tengah yang fokus mengajak dan memberi kesempatan pada masyarakat umum untuk berjalan kaki menelusuri jejak peradaban dan kisah masa lampau kota Semarang.
BACA JUGA:Wajah Baru Griya Anggrek Indonesia
BACA JUGA:Jarang Diketahui, Berikut 5 Manfaat Tidur Dilantai Bagi Kesehatan
Pada rute Kampung Kauman kali ini, saya diajak berkeliling dan blusukan mulai dari Jl KH Agus Salim di Kecamatan Semarang Tengah hingga tiba di destinasi akhir, Masjid Agung Kauman.
Tangsi Militer Belanda
Storyteller, sebutan bagi pemandu wisata Bersukaria, menetapkan Semarang Plaza sebagai titik berkumpul kami sore itu.
Pemilihan lokasi meeting point tersebut rupanya bukan tanpa sebab.
Selain letaknya mudah ditemukan karena berada tepat di salah satu sisi Jl KH Agus Salim, gedung Semarang Plaza ini ternyata dulu merupakan lokasi tangsi militer zaman Belanda pada 1743 bernama De Werttenbergse Kazerne.
BACA JUGA: Ini Ketentuan Pendaftaran bagi Calon Penerima KIP Kuliah 2024
BACA JUGA:Pemerintah Dorong Peningkatan Muatan Lokal Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai
Sejarah munculnya De Werttenbergse Kazerne yang dihuni oleh bermacam tentara dari berbagai daerah dan negara sebagai tentara bayaran yang direkrut oleh penguasa Belanda, berawal dari pemberontakan orang-orang Tionghoa di Batavia (Jakarta) pada 1740.
Dalam tragedi tersebut, banyak orang Tionghoa melarikan diri sepanjang jalur utara pulau Jawa menuju ke arah timur, sembari tetap melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda.
Setibanya di Semarang, pemberontakan masih berlanjut hingga 1743 dengan menggandeng orang-orang Tionghoa yang bermukim di Semarang pada masa itu.
Namun naas, pada akhirnya tentara Belanda berhasil menghentikan perlawanan tersebut dan menggiring keturunan Tionghoa pindah dari daerah Simongan ke daerah sekitar Kali Semarang supaya lebih mudah diawasi.
BACA JUGA:Pembangunan Istana dan Hotel Nusantara di IKN sesuai Target
BACA JUGA: Jangan Dibiasakan! Ini 5 Masalah yang Akan Muncul Jika Jarang Mandi