Seperti dikutip dari buku Perang Palembang 1819-1821 karya Djohan Hanafiah terbitan 1986, Benteng Tambak Bayo dan Benteng Kuto Besak mampu menjalankan fungsi pada Perang Palembang I tahun 1819.
BACA JUGA:Destinasi Wisata Unggulan yang Ada di Jambi
BACA JUGA:Tumpang Koyor, Gurihnya Bikin Ketagihan
Ratusan prajurit kesultanan di benteng-benteng tersebut sukses memukul mundur pasukan kolonial Belanda pimpinan Laksamana JC Wolterbeck dari tanah Palembang.
Namun dua tahun kemudian, tepatnya pada 8 Mei 1821, sebuah ekspedisi berkekuatan hampir 40 kapal perang dipimpin Mayor Jenderal Hendrik Markus Baron de Kock kembali berlayar menuju Palembang.
Tujuan mereka hanya satu, ingin menguasai kota yang kini menjadi pusat Provinsi Sumatra Selatan tersebut.
Lewat pertempuran sengit selama sebulan, pada 24 Juni 1821, Mayjen de Kock bersama Kapten van der Wijck akhirnya menguasai Palembang.
Benteng-benteng Kesultanan Palembang Darussalam pun dihancurkan, termasuk Tambak Bayo.
BACA JUGA: Mie Gomak, Spaghetti dari Toba
BACA JUGA:Waspada Jamur di Kaca Mobil, Segera Cuci Mobil Setelah Kehujanan
Legenda Pulau Jodoh
Saat ini, tak ada lagi sisa-sisa bangunan Benteng Tambak Bayo di Pulau Kemaro dan tergantikan oleh kehadiran Klenteng Hok Tjing Rio atau lebih dikenal sebagai Klenteng Kuan Im yang dibangun pada 1962.
Sebuah pagoda berlantai sembilan karya arsitek Aliong menjulang setinggi 45 meter juga turut dibangun pada 2006.
Ada juga Buddha Tertawa, patung besar bercorak emas setinggi lima meter dengan pose berdiri, sedang tertawa lebar, sambil memperlihatkan bagian perut yang membusung.
BACA JUGA:Wajib Coba!! Berikut 6 Tips Agar Mobil Hemat Bahan Bakar
BACA JUGA:TERBUKTI Ampuh Sejak Dulu, Berikut Ini 11 Manfaat Daun Kumis Kucing Untuk Kesehatan