Ia memilih belajar lebih serius di bidang medik. Sekolah kedokteran rumah sakit. "St Mary" namanya. Sekolah itu berada di Kota London, Ibu Kota Inggris.
Agaknya, selama meniti ilmu kedokteran, Fleming turut membidik tempat yang dirasanya cocok. Itu terbukti, setelah tamat di sekolah itu. Fleming melamar kerja di Almroth Wright.
Dipilihnya Almroth, lantaran pakem bisnisnya sejalan dengan apa yang menjadi tanda tanya lama di diri Fleming.
Perusahaan kedua tempatnya bekerja itu, meyakini bahwa vaksinasi sangat manjur untuk mencegah penyakit.
BACA JUGA: Maret 2024, Kegiatan Dengan Sumber Dana Inpres Mulai Dilelang
BACA JUGA: Kontrak Kerja Diteken, OPD Diminta Jalankan Program Unggulan
Tapi Flaming, memiliki pemikiran yang lebih revolusioner lagi. Ia berfikir, mungkin ada cara-cara yang lebih efektif dalam menanggulangi infeksi.
Dekade pecahnya Perang Dunia ke-1 yakni 1914 hingga 1918, tak sedikit serdadu yang meregang nyawa.
Tak sedikit juga yang setengah mati. Banyak prajurit perang yang luka parah di medan tempur.
Nyatanya imunisasi menghalau laju infeksi bakteri yang bersarang pada luka-luka yang menganga. Fleming pun berpikir keras, menjawab kenyataan itu.
BACA JUGA:Jauh dari Kemewahan, Meneladani Prinsip Hidup Proklamator Bung Hatta
BACA JUGA:Dr. Marzoeki Mahdi, Dokter Pejuang Yang Religius
Tekadnya lebih kuat dari kuatnya kenyataan akan serangan bakteri parah pada luka-luka menganga di tubuh serdadu perang yang mengerang.
Fleming bertekad menghancurkan, bakteri yang menjadi persoalan penting kala itu.
Nyaris setengah dasawarsa, ia berjibaku dalam penelitian. Tekad bersambut temuan, didapatinya pada tahun 1922.
Hasil penelitiannya, menemukan fakta bahwa tubuh manusia sebenarnya telah mengandung sejumlah enzim.