ARGA MAKMUR RU - Mekanisme Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD), sebagaimana ditegasi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019. Praktis menjelaskan subyek dan obyek, sampai dengan dilaksanakannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD.
Lewat beleid yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) 6 Maret 2019 dan diundangkan enam hari kemudian oleh Menkumham, Yasona H Laoly itu. Dapat pula melihat "bola panas" persoalan, dalam proses rancang bangun anggaran di daerah. Bisa saja, eksekutif dan legislatif. Atau salah satunya, menjadi obyek sanksi keuangan dari pusat. Lepas dari sengkarut kabar miring, soal dugaan cacat hukum pada pengesahan APBD 2024 salah satu daerah di Provinsi Bengkulu. Bagian kedua tentang Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Menegaskan, Kepala Daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun. Begitu bunyi, Pasal 106 Ayat (1). Maka paripurna tidak hanya diisi mekanisme yang akan menjadi pertimbangan de facto. Output yang menjadi dasar hukum yakni "Persetujuan Bersama" sebagai bentuk kepastian sikap secara de jure. "Berdasarkan persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah menyiapkan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD," begitu bunyi Pasal 106 Ayat (2). Kelindan penegasan, masih dalam pasal yang sama ayat lanjutan, menegasi soal sanksi. DPRD dan Kepala Daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD dalam 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun. Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada ayat 4, lugas menerangkan, dalam hal keterlambatan penetapan APBD karena Kepala Daerah terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O4 ayat (1), sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD. Pengamat Kebijakan Publik, Dr Elektison Somi, menyampaikan pandangannya, soal dinamika yang acap muncul saat rancang bangun anggaran ini. Versinya, membaca penjelasan ayat (4), dapat menjadi titik balik hostoris, manakala terjadi hambatan dalam proses pengesahannya atau pun persoalan yang muncul di tingkat evaluasi yang dilakukan oleh pusat via Mendagri. Untuk provinsi dan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, terhadap R-APBD kabupaten/kota. "Subyek yang menghambat proses ini, sudah dapat dipetakan. Dimana, eksekutif dan legislatif sebagai motor pemerintahan di daerah, juga diatur kerja-kerjanya sesuai mekanisme," tegasnya. Lebih jauh, alur mekanis ini ditegasi pusat, menitikberatkan pada pelaksanaan program di pusat dan di daerah yang juga wajib terintegrasi secara benar dan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Karenanya, beleid pusat itu, praktis tidak memberikan ruang sehingga menyebabkan laju pembangunan terhambat. Dimana, terus dia lagi, APBD didesain adaptif. Tidak hanya melalui Perda. Tapi juga terbuka peluang Perkada. Meski pun, dalam hal perkada ini, memiliki beberapa konsekwensi yang dapat mempengaruhi program di daerah. BACA JUGA:Pelaku Pembunuhan Menyesal Pasal 107 ayat (1), kata dia, menegaskan, dalam hal Kepala Daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak disampaikan rancangan Perda tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD, Kepala Daerah menyusun rancangan Perkada tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya. Kemudian pada ayat (2) menjelaskan, Rancangan Perkada tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Berlanjut ayat (3), juga menjelaskan, angka APBD tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampaui apabila terdapat: a. kebijakan Pemerintah Pusat yang mengakibatkan tambahan pembebanan pada APBD; dan/atau b. keadaan darurat termasuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan. "Maka idealnya, proses dan mekanisme ini dijalankan secara baik. Tidak hanya mencegah terjadinya dugaan cacat hukum atau pun cacat moral," pungkasnya. (bep)
Kategori :