BENGKULU RU - Pemerintah didesak menepati janjinya untuk menepati janji, untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat.
Ini disampaikan Perwakilan Komunitas Adat Tanah Serawai Kabupaten Seluma, Endang Setiawan yang sebelumnya mengikuti aksi simpatik bersama ribuan masyarakat adat lainnya di Jakarta, Jum'at 11 Oktober 2024.
"Desakan ini karena pengesahan RUU masyarakat adat, telah mandek sejak 14 tahun lalu. Jadi kami berharap kepada presiden yang baru dapat mengesahkannya," ungkap Endang.
Terlebih, lanjut Endang, bagi pihaknya 14 tahun yang dimaksud, bukan waktu sebentar bagi masyarakat adat untuk bersabar. Apalagi terkait desakan ini, cuma soal iktikad baik saja.
BACA JUGA:Perkuat Identitas Daerah, Dorong Penggunaan Pakaian Adat Pada Hari Tertentu
BACA JUGA:Penataan TWA DDTS, Bangun Venue Adat Bengkulu
"Meskipun demikian, kami sepenuhnya percaya di tangan Presiden Prabowo, ada iktikad baik untuk masyarakat adat. Sehingga nantinya, sederet konflik terkait tanah dan hak masyarakat khususnya di Bengkulu dapat memiliki titik terang," katanya.
Seperti di Kabupaten Seluma, sambung Endang, tanah-tanah kini nyaris habis untuk perkebunan sawit. Sementara orang-orang di kampung, sudah tidak ada lagi yang punya lahan.
"Ada pun lahan milik leluhur, itu pun sudah dicaplok untuk Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan. Jadi kemana lagi masyarakat adat mencari lahan untuk bertahan hidup," sesal Endang.
Ketua Adat Komunitas Sungai Lisai, Hasan menambahkan, konflik lain yang juga terjadi di Bengkulu yakni soal kebijakan di bidang kehutanan, yang menetapkan wilayah adat menjadi kawasan hutan negara.
BACA JUGA:Refocusing Anggaran, Proyek Kelengkapan Rumah Adat Gatot
BACA JUGA:Pembangunan Sapras Rumah Adat Mukomuko Masih Proses
"Sejak dulu praktik penetapan tersebut, tidak pernah menempatkan masyarakat adat yang telah lama berdiam di wilayah itu sebagai dasar pengambilan keputusan. Sehingga akhirnya kerap menjadi awal mula konflik," beber Hasan.
Sementara Ketua Pengurus Harian Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu, Fahmi Arisandi mengatakan, kehadiran ratusan perwakilan masyarakat adat di Bengkulu, sebagai bagian dari kepedulian mereka untuk mengawal pemerintahan baru.
"Karena pengakuan dan perlindungan masyarakat adat yang sejatinya adalah pondasi keberadaan bangsa Indonesia, hanya bergantung pada iktikad baik dan tulus dari pemerintah untuk mewujudkannya," jelas Fahmi.