Jurus Tingkatkan Kandungan Lokal Manufaktur Nasional

Kemenperin telah menyiapkan dan mengusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gas Bumi Untuk Kebutuhan Dalam Negeri. RPP tersebut akan mengatur pengelolaan gas untuk kepentingan industri maupun sumber energi (kelistrikan). -ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha-

BACA JUGA:Surplus Neraca Dagang dan Ekspansi Industri Manufaktur, Optimisme Ekonomi Indonesia 2024

Yang terkini, untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri dalam negeri, khususnya industri pengolahan kakao dan pengolahan kelapa, Kemenperin menginisiasi pembentukan kelembagaan yang akan mengatur dua komoditas tersebut.

Kelembagaan ini bertujuan menjaga kelangsungan industri dan daya saing serta meningkatkan nilai tambah.

Upaya tersebut didasari oleh semakin menurunnya ketersediaan bahan baku kakao dari dalam negeri hingga 8,3 persen per tahun pada periode 2015-2023.

Hal ini mengakibatkan peningkatan impor dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton dan berhenti beroperasinya sembilan dari 20 perusahaan pengolahan kakao.

BACA JUGA: Industri Kerajinan Tangan Indonesia Menembus Pasar Internasional

BACA JUGA:Industri Minyak Kelapa di Indonesia: Potensi, Tantangan, dan Peluang Pasar Global

Sedangkan pada industri pengolahan kelapa, hilirisasi kelapa masih terbatas karena pemanfaatan bahan baku kelapa belum optimal dan saat ini masih ada kelapa bulat yang diekspor. Utilisasi industri pengolahan kelapa saat ini masih sekitar 55 persen.

Kelembagaan kakao dan kelapa akan memberikan dampak positif pada petani dan industri.

Manfaat bagi petani meliputi peningkatan produktivitas melalui intensifikasi dan peremajaan lahan, peningkatan hasil olahan dan jaminan kepastian penyerapan panen.

Sementara manfaat bagi industri berupa peningkatan nilai tambah dan ekspor serta diversifikasi pada produk turunan bernilai tambah tinggi.

BACA JUGA:Industri Nonmigas di Luar Jawa, Tren Positif Menuju Pemerataan

BACA JUGA:Smelter Baru Freeport Indonesia di Gresik, Babak Baru Industri Pertambangan

Di sisi lain, Kemenperin terus berupaya menjaga iklim usaha dan iklim investasi industri, termasuk pada industri keramik nasional agar daya saingnya semakin meningkat. Upaya tersebut ditempuh dengan memberikan berbagai insentif seperti HGBT, tax allowance, menerapkan kebijakan non-tariff barrier dengan memberlakukan SNI ubin keramik secara wajib, mendorong penggunaan ubin keramik hasil produksi dalam negeri, mengimplementasikan industri 4.0, dan mengenakan trade remedies (BMAD/BMTP).

“Saat ini, Kemenperin mendukung rekomendasi dari Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) untuk mengenakan BMAD atas impor produk ubin keramik dari RRT. Tingginya impor ubin keramik juga telah menyebabkan beberapa perusahaan ubin keramik menghentikan produksinya,” pungkas Febri. (**)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan