Petani Ikan Ngeluh, Serangan Virus, Pakan Mahal, Efek ke Bobot Disorot
Serangan virus pada insang ikan emas di wilayah Kecamatan Hulu Palik, Kabupaten Bengkulu Utara-Radar Utara/Benny Siswanto-
Persoalannya tidak jauh beda. Ongkos operasional dengan hasil yang didapat, dirasa tak masuk akal lagi. Rentet catatan merugi, menjadi pilihan untuk menyetop produksi.
"Sudah lebih kurang 3 tahun setop ngolam. Karena seringlah merugi," ungkapnya.
Pantauan media ini, Minapolitan yang awalnya dibuat rezim Presiden Soeharto sebagai kawasan pangan, dengan dukungan DAM Air Lais dan DAM Air Padang yang kini menjadi sejarah, menjadi fakta kawasan alih fungsi di daerah.
BACA JUGA:Seleksi Paskibra, TNI-Polri Dikerahkan ke Sekolah
BACA JUGA:Gedung PAUD 2023 Masih Dikunci Kontraktor dan Tidak Bisa Difungsikan
Dulunya, hamparan ribuan hektar sawah menjadi areal di wilayah ini sampai-sampai dibangun sebuah ikon "Tugu Tani" Sebuah prasasti menuju bendungan atau DAM yang berada di wilayah Desa Marga Sakti Kecamatan Padang Jaya.
Nampak seorang petani, tengah berjalan sembari memanggul pacul sebagai simbol perjuangan Indonesia yang saat ini mampu menjadi negara swasembada beras.
Fakta lainnya, kolam-kolam yang sempat menganga begitu saja, lantaran kosong di wilayah Desa Sidoluhur, kini dimanfaatkan menjadi areal penanamn tanaman sayur genjer.
Tommy Sitompul, S.Sos, salah satu dewan dari wilayah ini mengaku akan menanyakan persoalan ini kepada eksekutif. Menurutnya, persoalan petani ikan darat ini harus disikapi dengan serius.
BACA JUGA:25 Calon Anggota DPRD Mukomuko Terpilih Telah Sampaikan LHKPN
BACA JUGA:Desa Diingatkan Siapkan Dana Pilkades PAW
"Jangan sampai ada kesan jor klowor. Persoalan rantai bisnis di masyarakat ini harus disikapi. Kita juga tidak ingin, petani justru menjadi obyek monopolistik," ungkapnya.
Sebagai sebuah kawasan program, Tommy berpandangan, harus dibarengi dengan mitigasi persoalan-persoalan. Termasuk, menyikapi pandemi iklim yang kini sudah menuju waktu kemarau.
Apalagi iklim saat ini juga sudah sulit untuk diprediksi, sebagai ciri rusaknya ekosistem lingkungan utamanya hutan, sungai, laut yang memicu pemanasan global.
"Konsistensi pendampingan menjadi inti. Kualitas pendampingan akan nampak dari hasil mitigasi yang sudah dilakukan. Maka output dan outcome di sektor ini akan menjadi pertanyaan kami nantinya," ujar Tommy.