Setelah Hujan Selepas Perpisahan

ILUSTRASI-Radar Utara/Redaksi-

Ibumu kabur membawamu yang masih dalam perut karena yakin, kau akan hidup sengsara jika terus bersamaku. Dan ketika itu aku terus mencari jejakmu. Sampai bertemu seorang guru yang bilang jika kau bekerja di kafe ini.

Sayang, aku malu untuk mengatakan jika aku ini ayahmu. Ayah malu dengan segala masa lalu itu. Ayah malu tidak bisa menjadi teladan yang baik untukmu. Barangkali ini surat yang terakhir dariku. Surat ke-21.

BACA JUGA:Rp2 Miliar Dana BTT Mukomuko Masih Utuh

BACA JUGA:Puluhan Anak Menikah di Bawah Umur

Selamat ulang tahun putri ayah yang cantik. Bahagia dan sehat selalu untukmu. Jika nanti kau tidak bisa bertemu ayah lagi, aku harap deretan huruf ini bisa mengobati segala kerinduan itu.

Ada yang bergemuruh hebat di dada Rhien. Ia selalu ingat, lelaki berbaju kumal yang memegang tongkat di tangan kanan dan sebuah kaleng di tangan kirinya.

Ia selalu berdiri di pelataran parkir kafe seolah setiap hari ia menyempatkan diri menunggu Rhien datang. Melempar senyum untuknya. Malam terasa begitu panjang karena Rhien ingin sekali bertemu lelaki itu besok.

Pagi hari dengan gegas Rhien datang ke kafe demi membuka tabir yang menutupi segalanya. Ingin bertemu bapak-bapak pemulung yang selalu tersenyum padanya ketika kafe pertama kali dibuka.

BACA JUGA:Menyalakan Semangat Berdikari Energi

BACA JUGA:Berobat Pakai BPJS, Pelayanan Kesehatan Harusnya Makin Mudah

Namun, di sana Rhien tak menemukan siapa-siapa bahkan setelah ia terus menoleh ke sana-ke mari mencari. Sampai pintu kafe dibuka, sampai kafe mau tutup hingga pukul sembilan malam, Rhien tak melihat lagi lelaki itu. Senyum bapak-bapak itu tak pernah ada lagi.

Di teras kafe, dalam malam yang pekat, ketika Ron datang menjemput, pria itu tak pernah terlihat lagi. Ketika mau pulang, yang bisa Rhien lakukan saat itu hanya memeluk erat punggung Ron dari belakang dengan rasa rindu, dendam, kecewa, dan bahagia.

Segala rasa yang berkecamuk di dada itu akhirnya berjatuhan di punggung Ron, menjelma air mata. Lalu hujan deras mengguyur kota dengan kejam.

Hari itu dan seterusnya, lelaki itu benar-benar tak pernah kembali, tak pernah ada lagi.

BACA JUGA:Menjaga Kelestarian Air Ala Kearifan Lokal Kendal

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan