Setelah Hujan Selepas Perpisahan
ILUSTRASI-Radar Utara/Redaksi-
Jujur, Rhien tak tahu apakah perasaan terhadapnya cinta atau apa. Baginya Ron sudah seperti kakaknya sendiri. Seorang lelaki bertubuh gemoy, kulit putih berkacamata tebal yang setia mengantar dan menjemput Rhien ke mana saja. Ia lelaki yang ringan tangan, baik hati, dan suka bercanda.
“Sebentar … sebentar ….”
“Kenapa?” Rhien berbalik arah. Ia baru saja mau mengambil roll-paper di laci yang ternyata habis. Ia ingin menyiapkannya untuk besok. Ron masih berdiri di depan meja kasir sambil membetulkan kacamatanya yang sedikit melorot. Melihat wajah Rhien dengan saksama.
“Kamu seolah berbayang. Ada dua. Apa kacamataku rusak ya? Duh, jangan-jangan mataku error lagi. Padahal kemarin baru periksa. Eh, tetapi sebentar … sebentar …. Mungkin tadi posisi kacamataku yang tidak pas di telinga.
BACA JUGA:Wacanakan Pengadaan Peralatan Uji Emisi Kendaraan
BACA JUGA:Bisik-Bisik Soal Motor Dinas Kades, Kapan Dibagikan?
Nah, begini. Ternyata memang benar, Rhien yang ada di depanku ini memang asli dan bukan bayangan. Cantiknya bukan fatamorgana.”
“Dih, gombal banget sih kamu!”
Ron tertawa sambil masih membetulkan posisi kacamatanya. Rhien melengos pergi dengan senyum datar di bibirnya. Rudi di sebelah Rhien malah berucap “cie, cie” yang menambah Rhien jadi salah tingkah. Rhien berlalu ke belakang gudang kafe.
Di luar gerimis tipis. Waktu berada pada dentang sepuluh malam. Jalanan pusat kota tetap ramai. Langit terus saja mengencingi bangku-bangku taman. Ron memutar gas motor. Bersiap mengantar pulang. Rhien sudah duduk di belakangnya, memegang erat pinggang Ron.
BACA JUGA:Pasca Audiensi, Masyarakat Datangi Galian C di Desa Air Berau
BACA JUGA:Bagaimana Nasib Program Seragam Sekolah Gratis?
“Kamu tahu kenapa Tuhan mencipta perutku yang sedikit maju?”
“Itu karena kamu jarang olahraga Ron. Sudah jangan bercanda. Jalanan macet. Hati-hati.”
“Kamu salah Rhien. Perut ini sengaja dibuat untuk peganganmu agar tubuhmu yang ramping itu tidak terbawa angin.”