Masjid Luar Batang Saksi Bisu Perkembangan Islam di Batavia
Masjid Keramat Luar Batang. -Andi Muhammad-
"Di tempat itu pula diletakkan batang kayu besar melintangi sungai semacam pintu untuk menghadang perahu-perahu sebelum diproses," tulis Abah Alwi di dalam bukunya.
Perahu-perahu pribumi itu harus menunggu di luar batang (groote boom) itu selama berhari-hari untuk mendapatkan izin masuk Pelabuhan Sunda Kelapa dengan membayar sejumlah uang.
BACA JUGA:Tahun Ini, Pemprov Bengkulu Buka Seleksi 500 Formasi CPNS dan PPPK
BACA JUGA: Soal Libur Lebaran dan Jadwal Belajar, Ini Kata Korwil Pendidikan Ketahun
Sembari menunggu, para awak kapal turun ke darat dan membangun pondokan untuk ditempati sementara.
Lama-kelamaan, seiring makin populernya nama Batavia sebagai kota perdagangan, para awak perahu yang umumnya berasal dari Bugis dan Maluku itu mulai membangun kampung.
Di kemudian hari kampung ini lalu dikenal sebagai Kampung Luar Batang atau Buiten de Boom oleh orang-orang Belanda.
Terkait cerita kematian Habib Husein, van den Berg memiliki jawaban berbeda.
Menurutnya, Habib Husein tidak wafat pada 1756 tetapi pada 1798.
BACA JUGA: Apakah Sikat Gigi Bisa Membatalkan Puasa? Ini Penjelasannya...
BACA JUGA:BLT Dana Desa TA 2024 Desa Perbo Cair, Setiap KPM Dapat Rp900 Ribu
Abah Alwi dalam Saudagar Baghdad dari Betawi menuliskan, berdasarkan koran Bataviasche Courant tertanggal 12 Mei 1827 yang memuat artikel soal Habib Husein, ia disebutkan wafat sekitar 1796 di rumah Komandan Abdul Raup dan dimakamkan di samping masjid.
Kendati demikian, kedua makam yang terdapat di dalam bangunan masjid menjadi salah satu daya tarik masyarakat berkunjung selain untuk melaksanakan ibadah salat lima waktu.
Pelataran parkir masjid pun tidak sanggup menampung kendaraan motor dan mobil milik peziarah dan jemaah.
Bahkan puluhan bus besar yang parkir di tepi Jl Raya Gedong Panjang kerap memacetkan arus lalu lintas.