Lahan KDMP Kok Main Tunjuk Saja, Status Fasum Harus Jelas Sebelum Uang Miliaran Dihamburkan

Ketua Karang Taruna Kelurahan Bandaratu, Weri Tri Kusumaria, SH, MH-Radar Utara/ Wahyudi -

MUKOMUKO, RADARUTARA.BACAKORAN.CO — Di tengah gencarnya wacana pembangunan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), muncul satu pertanyaan sederhana namun menyentil.

Lahan yang mau dipakai itu sebenarnya milik siapa? Pertanyaan ini disampaikan lantang oleh Ketua Karang Taruna Kelurahan Banda Ratu, Kecamatan Kota Mukomuko, Weri Tri Kusumaria, SH, MH. Pertanyaan ini menjadi tamparan keras bagi siapa pun yang terburu-buru ingin menancapkan tiang bangunan tanpa menengok peta aset terlebih dahulu.

Menurut Weri, lahan fasilitas umum (fasum) tidak otomatis menjadi milik desa. Ada yang termasuk aset Pemerintah Kabupaten Mukomuko, ada pula milik Pemerintah Provinsi, bahkan ada yang masuk dalam kewenangan balai.

Artinya, tidak bisa sembarangan menunjuk sepetak tanah kosong lalu menyebutnya sah untuk bangunan desa. Fasum itu bukan lahan yatim piatu yang bisa dipungut siapa saja.

Ia menegaskan, sebelum satu bata pun tersusun, sebelum spanduk peresmian dicetak, pemerintah desa dan pihak terkait wajib mengetahui status hukum lahan yang dituju. Jangan sampai, demi mengejar proyek, aturan justru diinjak-injak.

BACA JUGA:Terganjal Lahan, 25 Desa Mukomuko Terancam Gagal Dibangun KDMP

BACA JUGA:44 Titik KDMP di Mukomuko Mulai Dibangun

Apalagi, kabarnya pembangunan KDMP ini tidak main-main, nilainya mencapai Rp1,6 miliar. Sebuah angka yang cukup besar untuk dipertaruhkan tanpa kepastian lahan.

Weri mengingatkan, persoalan aset bukan hal sepele. Salah sedikit, ujung-ujungnya masyarakat yang menanggung masalah. Hari ini mungkin tampak mulus, tetapi besok bisa berujung sengketa, pembongkaran, bahkan kerugian. Ia menyindir tajam kebiasaan sebagian pihak yang gemar jalan dulu, urusan belakangan. Padahal uang yang dipakai adalah uang publik, bukan uang pribadi.

“Kalau memang benar ingin membangun, maka bangunlah di tempat yang jelas. Jangan hanya karena ada lahan kosong langsung dianggap boleh. Pemerintah desa termasuk kelurahan harus bekerja cermat, bukan bekerja cepat tetapi ceroboh,” sindir Weri.

Ia juga mengingatkan bahwa program koperasi desa sejatinya bertujuan membantu masyarakat, bukan menambah masalah. Karena itu, pondasinya harus diawali dengan kepastian, bukan keberanian nekat. Sebuah proyek bernilai miliaran rupiah seharusnya tidak diseret ke dalam praktik asal tunjuk lahan.

BACA JUGA:Terganjal Lahan, 25 Desa Mukomuko Terancam Gagal Dibangun KDMP

BACA JUGA:44 Titik KDMP di Mukomuko Mulai Dibangun

Weri berharap pemerintah desa dan kelurahan membuka mata dan memastikan setiap keputusan didasari data, bukan hanya asumsi. Sebab pembangunan yang benar lahir dari perencanaan yang jernih, bukan dari keinginan sesaat yang dikemas rapi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan