Di Balik Kode QR, Ada Diplomasi Digital dan Masa Depan Ekonomi
Warga melakukan pembayaran transaksi digital melalui QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard) di salah satu merchant CIMB Niaga di Tulungagung , Jawa Timur, Kamis (21/8/2025). Bank Indonesia melaporkan volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS-ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/nz-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Siang itu, Zainal seorang wisatawan asal Malaysia tampak sibuk memilih kopi di sebuah kafe kecil di kawasan Ubud, Bali. Setelah menyeruput tegukan pertama, ia merogoh ponselnya.
Tanpa menukar uang Ringgit ke Rupiah, ia cukup memindai kode QR di meja kasir menggunakan aplikasi pembayaran digital dari negaranya. Dalam hitungan detik, transaksi selesai.
“Praktis sekali. Tidak perlu repot menukar uang di bandara,” ujarnya sambil tersenyum puas.
Pemandangan semacam ini kian akrab di sejumlah destinasi wisata Indonesia. Semua berkat implementasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) antarnegara, yang digagas Bank Indonesia (BI) bersama otoritas moneter di kawasan.
QRIS pertama kali diluncurkan di dalam negeri pada 2019. Tujuannya sederhana, menyatukan berbagai sistem pembayaran berbasis QR agar konsumen tidak bingung dengan beragam standar. Kini, hanya dengan satu QR code, masyarakat bisa membayar menggunakan berbagai aplikasi dompet digital atau mobile banking.
Kesuksesan domestik inilah yang mendorong BI melangkah lebih jauh: memperluas kerja sama QRIS ke lintas negara. Hingga 2025, Indonesia sudah bekerja sama dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura. Filipina, Jepang dan beberapa negara lain sedang dalam proses. Integrasi pembayaran ini menjadi tonggak penting konektivitas keuangan di ASEAN
BACA JUGA:Efisiensi dan Keamanan QRIS Turut Mendorong Masyarakat untuk Tinggalkan Pembayaran Tunai
BACA JUGA:Pemerintah Pastikan Pelaku UMKM Dapatkan Hak Terkait Penghentian Layanan QRIS
Bagi pelaku usaha kecil, implementasi QRIS antarnegara adalah angin segar. Selama ini, mereka kerap kehilangan peluang karena wisatawan asing lebih suka transaksi digital daripada tunai.
Siti Aminah (37), pemilik toko batik di Yogyakarta, merasakan langsung manfaatnya. “Kalau turis bayar dengan QRIS dari aplikasi negara mereka, otomatis masuk ke rekening saya dalam rupiah. Tidak ada lagi ribet kembalian atau takut uang palsu,” katanya.
Selain mempermudah, transaksi lintas negara dengan QRIS juga lebih murah dibanding pembayaran menggunakan kartu internasional yang dikenakan biaya tambahan.
Pariwisata menjadi sektor yang paling diuntungkan. Sebelum adanya QRIS antarnegara, wisatawan sering kali terkendala penukaran mata uang, biaya administrasi bank, hingga risiko membawa uang tunai dalam jumlah besar. Kini, semua bisa dilakukan secara digital, aman, dan efisien.
Data Bank Indonesia menunjukkan, sejak uji coba pertama QRIS antarnegara dengan Thailand pada 2022, volume transaksi QRIS lintas negara terus meningkat, terutama di kawasan wisata populer. UMKM di Bali, Yogyakarta, hingga Batam menjadi penerima manfaat utama.
Implementasi QRIS antarnegara sejatinya bukan hanya soal pembayaran. Ia adalah bagian dari strategi besar integrasi ekonomi kawasan. Melalui ASEAN Payment Connectivity, negara-negara di Asia Tenggara berkomitmen membangun ekosistem pembayaran digital yang saling terhubung.