Ekonomi Lesu, Pasar Sepi, Improvisasi Menjadi Kunci

Ekonomi Lesu, Pasar Sepi, Improvisasi Menjadi Kunci-Radar Utara/Benny Siswanto-

Dejavu situasi pernah terjadi soal kebijakan semacam ini. Tarik mundur, pemerintah Jokowi, kata Werdha, pernah melakukan langkah serupa. Kala itu via Menteri PANRB, Yuddy Chrisnandi, melarang kegiatan rapat dan segala pertemuan di hotel, apabila kantor/gedung pemerintah cukup tersedia.

Lewat SE Menteri PANRB Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor, membawa "efek positif" penghematan anggaran. Walhasil, pemerintah berhasil menghemat Rp 5,12 triliun dalam tempo 2 bulan kebijakan itu diterapkan.

BACA JUGA:Desa Diminta jadi Basis Ekonomi di Daerah

BACA JUGA:Potensi Ekonomi Durian Lokal Belum Terkelola Maksimal

Tapi, direktif itu akhirnya diterminasi. Sebab, saat itu pemerintah menjadi bulan-bulanan protes yang dimotori pengusaha, kemudian bergerak pula karyawan dengan gerbong organisasi Pengusaha Hotel Republik Indonesia (PHRI). Pendeknya, Jokowi tak mendukung terus kebijakan itu, sehingga tak diteruskan.

"Kebijakan penghematan saat ini benar-benar dimulai dan diklarasikan langsung Presiden Prabowo. Suatu kabar baik dan semoga bukan oase fatamorgana," ungkapnya, dikutip dari detik.com dari kanal kolom dengan judul "Paradoks Penghematan Anggaran Pemerintah" yang dilansir pada Selasa, 4 Februari 2025.

Kandidat Doktor Administrasi Publik itu juga mengharapkan agar lingkar Prabowo mampu mengejawantahkan instruksi Presiden secara baik dan tidak melampaui kewenangan. Contohnya, dia menyebut, kewenangan Menteri Keuangan terbatas pada belanja pemerintah pusat.

Werdha dalam tulisannya turut menyeru, civil society memiliki tanggungjawab moril untuk mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam memutuskan kebijakan efisiensi, pemangkasan, refocusing, realokasi atau dengan apapun istilahnya.

BACA JUGA:Waktunya Cerita Sukses Mesin Baru Pendorong Ekonomi Indonesia

BACA JUGA:Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sebuah kebijakan publik, menurut Werdha penting untuk tidak dilakukan secara sporadis (hangat-hangat tahi ayam) dan jangan spontan dan massif. Efisiensi, menurut dia, mesti dilakukan secara gradual (bertahap) sehingga shifting ekonomi akibat efisiensi tidak bergejolak.  

Selanjutnya, pastikan dana hasil penghematan itu dialokasikan untuk penyertaan modal negara/daerah dan investasi yang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja untuk menampung tenaga kerja terdampak shifting ekonomi akibat penghematan.

Werdha juga berpendapat, ketika hasil pemangkasan atau penghematan pada lokus yang dianggap konsumtif, tapi kemudian dibelanjakan lagi untuk anggaran konsumtif lainnya, maka efisiensi yang dilakukan tidak berdampak pada peningkatan investasi secara agregat dan nilai tambah. Juga bukan untuk proyek-proyek mercusuar seperti IKN. (**)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan