Ekonomi Lesu, Pasar Sepi, Improvisasi Menjadi Kunci

Ekonomi Lesu, Pasar Sepi, Improvisasi Menjadi Kunci-Radar Utara/Benny Siswanto-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Efisiensi anggaran yang digulirkan pemerintah, nampaknya bakal kian menghempas efek ekonomi di masyarakat, seperti di pedesaan.
Pasca pagebluk Covid-19 yang mengkungkum manusia, kelesuan ekonomi nyaris menyamai awal-awal pandemi Covid-19, kini terus dirasakan para pedagang.
Cerita ini muncul dari seorang, Astuti. Pedagang di pasar tradisional yang berada di kelurahan Kemumu Kecamatan Arma Jaya Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu. Ibu empat anak yang akrab disapa Titut ini, menceritakan corak kelesuan ekonomi saat ini.
"Ya moga-moga cepet pulih lah situasi ekonomi. Kan bisa nengok, kondisi pasar. Kalo ekonomi lagi nurun, pasti pasar sepi. Kalo rame, pasti ekonomi berarti apik," ungkap pedagang yang tengah menjajakan cabe rawit dan cabe merah keriting di pasar tradisional yang familiar dinamai Pasar Selasa.
BACA JUGA:Sektor Strategis Ini Ditargetkan Jadi Penggerak Ekonomi Daerah
BACA JUGA:UMKM Tumbuh dan Ekonomi Berdaya
Dia juga berharap, proyek pemerintah tahun ini bisa cepat dimulai. Pastinya, ungkapan polos Titut ini lantaran tidak tahu, direktif pemerintah pusat memangkas banyak anggaran yang turut menjujug program infrastruktur, mulai dari pusat hingga daerah.
Mencermati Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025 saja, setidaknya sudah ada anggaran senilai Rp 13 miliaran lebih, dimungkinkan terpangkas alih-alih kebijakan "kencangkan ikat pinggang" ala Presiden Prabowo.
Instruksi Presiden untuk "ngirit" di lingkungan birokrasi baik kementerian/lembaga, pemda bahkan sampai desa hingga pemerintah awal-awalnya menghimpun Rp 306 triliun dengan dalih pencadangan, dipastikan akan berimbas pada sektor padat karya yang kini di seluruh pemda tengah ditindaklanjuti dengan rapat penyelerasan.
Menyitir suguhan kanal kolom penampung opini yang disediakan detik.com, Werdha Candratrilaksita, seorang mahasiswa Program Doktor Administrasi Publik Universitas Diponegoro, turut menumpahkan pemikiran sekaligus sorotannya atas kebijakan pemerintah yang diistilahkan penghamatan, namun terkesan paradoks itu.
BACA JUGA:Dana Pemerintah untuk Pemulihan Ekonomi 2025: Strategi dan Tantangannya
BACA JUGA:LPI 2024, Petakan Arah Kebijakan Ekonomi Berkelanjutan di Bengkulu
Dalam analisanya, Werdha cuma menaruh harap, penghematan yang digulirkan pada rentang 200 hari kedua Prabowo-Gibran itu, tidak menjadi program yang seperti peribahasa "hangat-hangat tahi ayam".
Presiden, dalam narasi Werdha, harus terus menampakkan komitmennya secara konsisten akan upaya penghematan anggaran yang memang memiliki sisi baik, ketika hasil pencadangan atau penghematan itu, tidak dianggap surplus anggaran, tapi kembali digulirkan pada program-program yang benar-benar fundamental.