Sungai Yang Meminta Kedatangan

Ilustrasi-ist-

Sesosok mayat  pria cukup tambun yang masih mengenakan pakaian safari dengan warna kulit pucat menyembul tenggelam dan membenturi sampan.

Pak Prehatin memperhatikan dengan saksama, pelipis kirinya tampak berlubang dengan diameter seukuran kelereng. Ciri lain ia cocokkan dengan keterangan si wanita. Benar, ini jasad Pak Birma, batin Pak Prehatin yakin.

Merasa mayat itu yang dimaksudkan, segera ia ambil tali dan mengikatnya pada bagian dada. Sampan lalu mengarah ke pinggiran.

Merasa di tepi adalah tempat yang terjangkau untuk jejakan dalam menaikkan mayat ke sampan, Pak Prehatin cepat terjun. Beginilah jika tidak ada Kinong. Beda sekali. Mengangkut beginian sudah pasti bisa di depan bendungan dengan bantuannya. 

BACA JUGA:Rubik Hati Naras

BACA JUGA:SESUATU DALAM MAHKOTANYA

Bersusah payah Pak Prehatin berenang dan lebih tampak berdansa dengan jenazah. Pak Prehatin merangkul punggung mayat itu. Sebuah jeroan otak tiba-tiba melongsor turun dan menyirami wajahnya.

Sialan, umpatnya menahan anyir dan muntah. Pak Prehatin perhatikan ternyata kepala bagian belakang  mayat tampak rongga besar seukuran bola kasti. Pasti ini hasil putaran proyektil. 

Cuuhh!!!! Pak Prehatin membuang ludah berharap sisa kelenjar otak itu keluar dari mulutnya. Pada akhirnya dengan lenguhan berat, mayat itu berhasil naik ke sampan. 

***

Sesuai permintaan keluarga, Pak Prehatin telah meletakkan mayat itu di dalam rumahnya. Yah, begitulah semua menyesuaikan saja.

BACA JUGA:Celurit Matrah

BACA JUGA:Defisit Kebudayaan: Sastra dalam Bayangan Pasar dan Prinsip 5W-1H

Ada dari keluarga minta diantar ke rumah duka, puskesmas, ada yang minta ditepikan, dan kali ini ada dititipkan di rumah Pak Prehatin untuk dijemput.

Hal itu lumrah bagi Pak Prehatin karena menyesuaikan dengan bayarannya juga. Sementara untuk puluhan pasang mata warga yang menatapnya dengan sinis dan jijik, bagi Pak Prehatin itu hanya bagian dari rasa iri dan gengsi saja.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan