Harmoni Alam dan Tradisi Adat Suku Kajang

Suku Kajang yang menetap di Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, masih menjaga nilai tradisional, dan jaub dari modernitas. -ANTARANEWS-

Ritual andingingi, secara harfiah berarti ‘mendinginkan’. Itu merupakan tradisi yang dilakukan warga untuk memohon keselamatan dan keberkahan dalam mengelola sumber daya alam seperti pertanian dan perkebunan.

Selain itu, ritual tersebut dipercaya pula mampu mendatangkan hujan guna mengairi lahan pertanian masyarakat, sehingga panen optimal.

Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf atau akrab disapa Andi Utta, dalam sambutan Festival Pinisi, menegaskan bahwa andingingi merupakan warisan budaya yang unik dan asli dari masyarakat Kajang, Bulukumba.

BACA JUGA:Menilik Boneka Teru-teru Bozu yang Dipercaya Masyarakat Jepang bisa Cegah Hujan, Benarkah Efektif?

BACA JUGA:Kembalinya Sang Ganesha

Ia berkomitmen untuk terus melestarikan dan mempromosikan tradisi ini agar masuk dalam kalender event nasional sebagai bagian dari Festival Pinisi yang rutin diselenggarakan setiap tahun.

“Kita telah menyaksikan sebuah pertunjukan budaya yang hanya ada di Kajang, Bulukumba. Ritual ini harus kita jaga, lestarikan, dan tunjukkan kepada dunia setiap tahun,” ujar Andi Utta, seperti dikutip dari situs https://bulukumbakab.go.id

Prosesi Ritual Andingingi

Prosesi ritual andingingi dimulai pada pagi hari. Seluruh orang yang hadir mengenakan pakaian serba hitam sebagai bentuk penghormatan terhadap adat. Para tamu, termasuk Bupati Andi Utta, disuguhi tuak yang disebut sebagai “minuman keberkahan”.

Tuak ini diambil dari pohon aren atau inru dalam hutan adat. Minuman khas ini selalu disiapkan dalam setiap ritual maupun pesta adat.

BACA JUGA:Kembalinya Candi Lumbung ke Desa Sengi

BACA JUGA:Menyusuri Jejak Sejarah Gereja Blenduk

Prosesi dimulai dengan ritual palenteng ere, yang diawali dengan meminta izin kepada ammatoa, pemimpin adat Kajang.

Dalam ritual ini, dua orang mengitari balla-balla (rumah adat) sambil memercikkan air suci ke delapan penjuru mata angin menggunakan tangkai buah pinang yang diikat bersama dedaunan dari 40 macam kayu (raung kayu patang pulo) yang berasal dari hutan adat. Air suci ini juga dipercikkan kepada semua orang yang hadir.

Air suci tersebut dipercaya membawa keberkahan bagi semua yang terkena percikannya dan “mendinginkan” alam semesta, sehingga bencana dapat terhindarkan.

Setelah prosesi palenteng ere selesai, dilanjutkan dengan bacca’, yaitu pemberian bedak cair yang terbuat dari campuran tepung beras dan kunyit ke leher atau jidat para peserta. Ritual ini menyimbolkan dua nilai utama, yaitu pikiran yang jernih dan kejujuran dalam berbicara.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan