Defisit Kebudayaan: Sastra dalam Bayangan Pasar dan Prinsip 5W-1H

Fileski Walidha Tanjung -Fileski Walidha Tanjung -

Estetika dalam sastra bukan hanya tentang keindahan bentuk atau gaya bahasa, tetapi tentang pencarian makna yang lebih dalam melalui kata-kata.

Sebagaimana dijelaskan oleh filsuf estetika Immanuel Kant dalam Critique of Judgment, estetika bukan hanya soal kesenangan inderawi, tetapi juga tentang pengalaman transendental yang membawa pembaca pada pemahaman yang lebih besar mengenai dunia dan dirinya sendiri.

BACA JUGA:DI NEGERI PARA PESOLEK

BACA JUGA:Sebelum Pandemi dan Sesudah Itu Mati

Dalam karya-karya sastra besar seperti 1984 karya George Orwell atau Crime and Punishment karya Fyodor Dostoevsky, kita tidak hanya disuguhkan dengan cerita yang memikat, tetapi juga dengan pertanyaan filosofis yang menggugah tentang kebebasan, kekuasaan, dan tanggung jawab.

Orwell, dengan alegori distopiknya, mengingatkan kita akan bahaya totalitarianisme dan pengawasan yang berlebihan, sementara Dostoevsky, dengan psikologisme yang mendalam, menggali kompleksitas moralitas dalam menghadapi penderitaan dan dosa.

Penyempitan ruang bagi sastra dalam masyarakat kita dapat dilihat sebagai cerminan dari penyempitan ruang bagi pemikiran kritis dan refleksi yang lebih dalam tentang hidup.

Di tengah dunia yang semakin sibuk dengan kalkulasi-kalkulasi praktis dan tuntutan kapitalisme, sastra—dengan semua kompleksitas dan ambiguitasnya—menjadi seperti oasis yang semakin sulit ditemukan.

BACA JUGA:PEREMPUAN YANG MENJUAL DIRINYA PADA JARAK

BACA JUGA:Anak Sekolah Dasar yang Mati Tak Berdasar

Padahal, sebagaimana dikatakan oleh T.S. Eliot dalam esainya Tradition and the Individual Talent, sastra adalah tempat bagi kita untuk mencari "kebebasan" dari dunia yang terbatas pada waktu dan ruang.

Sastra membawa kita melampaui batasan-batasan tersebut dan menawarkan perspektif yang lebih luas, yang dapat memberi kita pemahaman yang lebih dalam tentang manusia dan dunia tempat kita tinggal.

Oleh karena itu, penting untuk mengingat kembali peran sentral sastra dalam kebudayaan kita. Sastra adalah jalan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang dunia, yang tidak hanya terbatas pada apa yang bisa dilihat atau dihitung, tetapi juga pada yang lebih tak terjangkau oleh mata dan pikiran manusia.

Sastra adalah upaya manusia untuk mendekatkan diri dengan kebenaran, dengan kemanusiaan, dan dengan makna-makna yang lebih besar dari sekadar pencapaian duniawi. Sebagai cermin peradaban, sastra harus dihargai kembali, baik sebagai seni, ilmu, maupun alat untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi dan kritis.

BACA JUGA:Kembali ke Laut

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan