Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada

Pasangan Calon Bupati/Wabup Bengkulu Utara, Ari - Sumarno saat kontestasi Pilkada yang dipungkas dengan perolehan suara 94 persen lebih pada 27 November 2024, lalu.-Radar Utara/Benny Siswanto-

RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Evaluasi penyelenggaraan Pilkada 2024, tidak hanya perlu dilakukan di level pusat. Tapi juga di seluruh jenjang. 

Kerja pasca perhelatan pesta demokrasi itu, harus menjadi agenda serius. Utamanya, soal angka partisipasi pemilih yang terus digerus oleh ancaman apatisme pemilih terhadap kontestasi yang disebut sebagai pesta demokrasi. 

Akademisi dari Sekolah Tinggi Hukum, Jentera Jakarta, Bivitri Susanti, menilai langkah evaluasi yang perlu dilakukan pemerintah pasca pesta demokrasi, tidak cukup dengan mengevaluasi pada sudut tertentu.

Maka proses evaluasi, terus aktivis hukum ini, harus dimulai dengan dengan memahami bagaimana cara melakukan evaluasi yang baik sehingga terstruktur. 

BACA JUGA:Wacana Pilkada Dipilih DPRD, Ini Total Anggaran Pilkada 2024

BACA JUGA:Partisipasi Pemilih Pilkada di Mukomuko 77,26 Persen

"Jadi evaluasi itu, harus tidak dimulai dari isu. Tapi lebih memulainya dengan menganalisis akar permasalahan. Karena isu bukan akar permasalahan. Sebut saja, soal ongkos politik yang mahal, misalnya. Semestinya, dicari penyebabnya apa?" ungkap Bivitri memantik diskusi lewat akun medsos instagramnya. 

Ahli hukum tata negara itu, kemudian menyampaikan pandangannya tentang bagaimana semestinya pola evaluasi yang berangkat dari persoalan yang disimulasikan layaknya sebuah pohon besar. 

Isu menempati posisi yang berada di rimbun dedaunan, kemudian persoalan berada pada batang yang menjadi utas sistem integral keseluruhan hingga tersambung dengan akar yakni akar masalah. 

"Jadi, yang perlu dilakukan adalah menentukan akar masalahnya dimana? apakah di politisi?, apakah pada sistem? atau regulasi?. 

BACA JUGA:Kehadiran Pemilih pada Pilkada Serentak 2024 Tak Sesuai Target, Begini Kata PPK

BACA JUGA:Masyarakat Diminta Tetap Rukun Usai Pilkada 2024

Ketika evaluasi yang dilakukan, tidak fokus pada akar masalah. Tapi lebih pada isu, kata dia, semisal cost politic yang tinggi. Maka, hipotesis yang akan didapatkan tidak mampu membawa pada kebijakan atau keputusan yang diharapkan. 

"Karena cost politik yang tinggi masih sebatas isu. Walaupun, sudah menjadi rahasia umum. Tapi apa yang menyebabkannya? inilah yang perlu dievaluasi. Bukan sebatas mengubah pola, namun akan berhadapan lagi dengan akar masalah yang justru tak tersentuh," Bivitri menganalisa. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan