RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Di masa lalu, penyakit kusta lazim dianggap sebagai penyakit kutukan, buah dari perbuatan dosa, atau hukuman dari Sang Pencipta.
Dipercaya pula bahwa penyakit itu tidak bisa disembuhkan dan sangat menular.
Alhasil, penderita penyakit yang sudah didapati berada di tengah masyarakat sejak ribuan tahun lalu acap diisolir, ditelantarkan, distigmatisasi, dan juga hidup dalam kemiskinan di tengah-tengah masyarakat.
Nah ekslusi dan stigma yang menimpa penyandang kusta potensial menimbulkan dampak pada fisik dapat bersifat permanen.
BACA JUGA:IDAI Soroti Pandemi Penyakit Tidak Menular Pada Anak
BACA JUGA:Mengingat Kembali Peribahasa Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa
Ironisnya, stigma tersebut masih berlangsung bahkan sampai sekarang.
Sehingga bisa berakibat para penyandang kusta rentan terhadap gangguan psikis, antara lain, berupa depresi, kecemasan, dan kesepian, ataupun gangguan dalam relasi sosial.
Padahal, apa yang dipercaya masyakat di masa lalu terkait kusta itu adalah mitos.
Kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan telah membuktikan bahwa penyakit kusta atau yang kerap pula disebut sebagai lepra, bukanlah bentuk kutukan atau hukuman dari Tuhan.
BACA JUGA:Fokus Baru Pembelajaran TI pada Siswa Sekolah
BACA JUGA:Pentingnya Menjaga Kebugaran Otak
Penyakit itu juga sangat bisa disembuhkan, asalkan dideteksi secara dini dan ditangani dengan tepat.
Kusta dapat disembuhkan dengan pengobatan yang dikenal sebagai terapi multiobat, atau MDT.
Dan setelah mendapat MDT selama 72 jam, pengobatan mencegah penyebaran penyakit dan penyakit kusta tidak lagi menular.