BENGKULU.RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Gubernur Bengkulu Prof. Dr. H. Rohidin Mersyah berpotensi digugat, ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Potensi itu tidak lepas dari pemecatan terhadap dr. Anjari Wahyu Wardhani sebagai Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M. Yunus Bengkulu.
Kuasa Hukum dr. Anjari, Sustimawati mengatakan, kliennya bekerja sebagai Dirut RSUD M. Yunus, memiliki Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Gubernur atas nama Pemprov Bengkulu.
"Dalam PKS yang dimaksud, klien kita dikontrak selama 5 tahun, karena berasal dari kalangan profesional. Namun ditengah perjalanan, tepatnya 1 tahun 10 bulan diberhentikan secara mendadak," ungkap Susti, Jum'at 15 Maret 2024.
BACA JUGA:April 2024, Ini Pendapatan Yang Bakal Diperoleh ASN
BACA JUGA:Tahun Ini, Pemprov Bengkulu Buka Seleksi 500 Formasi CPNS dan PPPK
Ironisnya, lanjut Susti, pemberhentian terhadap kliennya itu, tanpa melalui mekanisme seperti surat peringatan atau teguran. Sehingga terkesan mendadak.
"Seharusnya ada mekanisme melalui surat peringatan dulu. Tapi ini mendadak saja, langsung memberikan surat pemberhentian secara sepihak," sesal Susti.
Seharusnya, lanjut Susti, jika ingin melakukan pemberhentian, harus medomani poin dalam PKS. Apalagi dalam PKS itu juga menyebutkan jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum waktu ditetapkan, maka membayarkan ganti rugi sampai dengan masa kontrak berakhir.
"Terkait masalah ini, kita telah melayangkan surat Bipartit pada tanggal 6 dan tanggal 14 Maret ke Gubernur Bengkulu. Karena adanya pemberhentian dengan hormat secara sepihak yang dilakukan Gubernur Bengkulu terhadap klien kita," kata Susti.
BACA JUGA: Soal Libur Lebaran dan Jadwal Belajar, Ini Kata Korwil Pendidikan Ketahun
BACA JUGA:3 Program Ini Jadi Prioritas yang Wajib Direalisasikan Pada Pencairan DD Tahap I
Menururt Susti, Surat Keputusan (SK) Pemberhentian secara sepihak tersebut, menurut analisa pihaknya tidak melalui mekanisme yang ada.
"Jadi perlu digaris bawahi klien kita ini Non ASN, sehingga klien kita ini bekerja berdasarkan kontrak yang mengacu pada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker)," papar Susti.
Susti menambahkan, hingga saat ini belum juga ada jawaban dan tanggapan secara resmi dari pihak Pemprov Bengkulu atas surat Bipartit yang telah disampaikan pihaknya.