Oleh karena itu, langkah Pertamina dan PLN dalam pengembangan hidrogen hijau, layak diapresiasi.
Terlebih, potensi hidrogen hijau Indonesia, tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan internal, melainkan juga bisa menjadi pemasok kebutuhan hidrogen hijau di dunia.
Bahan Bakar Kendaraan
Hidrogen, khususnya hidogen hijau (green hydrogen), merujuk situs https://theconversation.com/bahan-bakar-hidrogen-dari-air-bagaimana-keunggulan-dan-kelemahannya, diproduksi melalui proses elektrolisis air menggunakan energi terbarukan.
BACA JUGA: Genjot Kinerja, Satgas Peningkatan Ekspor pun Dibentuk
BACA JUGA: Geliat Sentra Batik Kota Onde-Onde
Gas hidrogen dianggap layak menjadi kandidat bahan bakar kendaraan karena hanya menghasilkan emisi berupa air. Hal itu berbeda dengan pembakaran energi fosil yang mengeluarkan emisi gas beracun ataupun gas rumah kaca.
Hidrogen memiliki kerapatan energi (energy density) sekitar 33,33 kilowatt jam per kilogram, lebih tinggi dari baterai listrik. Hidrogen sendiri sejatinya bukan sebagai sumber energi, melainkan sebagai pembawa energi.
Ini karena energi yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan mudah.
Hidrogen dapat dijadikan fuelcell untuk memproduksi listrik. Oleh karenanya, ini merupakan teknologi yang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dan panas untuk berbagai tujuan.
BACA JUGA:Kinclong Industri Kosmetik Tanah Air
BACA JUGA:Investasi di Sektor Manufaktur Terus Naik
Termasuk untuk kendaraan bermotor, di mana kendaraan dengan bahan bakar hydrogen hanya membutuhkan waktu 3--5 menit untuk proses isi ulang hingga penuh.
Ini jauh lebih cepat dari isi ulang daya baterai pada kendaraan listrik yang perlu waktu 20 menit--1 jam untuk DC fast charging atau 4--10 jam untuk home charging.
Sejauh ini, ada pandangan penggunaan hidrogen untuk kendaraan dinilai kurang efisien. Pasalnya, efisiensi produksi hidrogen dari elektrolisis air saat ini sekitar 75% dan konversi hidrogen ke listrik dalam sel tunam (sel bahan bakar atau fuel cell) sebesar 60%. Angka ini lebih rendah dibandingkan efisiensi energi baterai litium (acap digunakan kendaraan listrik) yang dapat mencapai 80%. Benarkah?