Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Julisti Anwar, SH, pernah menyuarakan soal sangat pentingnya langkah massif menyikapi kasus amoral yang terjadi dan menempatkan anak sebagai korbannya.
BACA JUGA: Rehabilitasi RSKJ Soeprapto, Segini Anggaran Usulan Pemprov Bengkulu
BACA JUGA: Penghujung Masa Jabatan, Jokowi Disebut Resmikan 2 PSN di Bengkulu
Dia mengatakan, korban yang notabene adalah anak-anak, termasuk juga keluarganya, harus benar-benar mendapatkan pendekatan yang tepat.
Tidak serampangan, hanya memburu obyek cermatan yang diperlukan. Pendekatan yang benar dan melibatkan lintas stake holder sangat penting dilakukan secara benar.
"Harus diingat, penanganan jangan sampai menambah efek trauma atau tekanan psikis. Maka, pendekatan yang dilakukan mesti benar," ujarnya.
"Kehati-hatian, termasuk identitas anak sampai dengan keluarga bahkan sekolah, harus benar-benar dijaga dan tidak tersebar," kata Julisti, menyeru.
BACA JUGA: Tanam 250 Pohon, Danrem 041/Gamas: Kita Jangan Alam, Alam Jaga Kita
Pendekatan yang tidak tepat, bahkan keliru, kata Julisti, memungkinkan potensi efek traumatik sampai dengan potensi dendam dalam jangka waktu panjang.
Pukulan traumatik utamanya psikis ini, kata dia, dikhawatirkan memberikan pengaruh pada kejiwaan, termasuk dalam tumbuh kembang korban itu sendiri.
"Kita tidak ingin, trauma atas peristiwa kelam, membangkitkan kesalahan nilai para korban itu sendiri, sehingga membawa ke aksi balas dendam. Ini yang paling dikhawatirkan," ungkapnya.
Dia kemudian bercerita dalam sebuah kasus yang sempat menghebohkan publik, bahkan nasional yang terjadi di daerah.
BACA JUGA:Dokumen APBD 2024 Tersandera Regulasi. Begini Nasib OPD, Juga Desa....
BACA JUGA:Bansos PKH, BPNT dan Pangan Untuk Bulan Februari 2024 Bakal Cair?
Sampai-sampai, Menteri Sosial atau Mensos, Tri Rismaharini, turut ke Bengkulu Utara untuk memantau perkembangan psikologis para korban asusila yang dilancarkan oleh seorang oknum tenaga pendidik.