Sri Mulyani pun berharap, dengan reformasi perpajakan yang sudah dijalankan, dapat terus mendongkrak pundi-pundi pemasukan negara. Dengan begitu tax ratio dapat terus membaik mendekati kondisi ideal.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah langkah reformasi di sektor pajak telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satu yang paling signifikan yakni dengan pengesahan UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan. Pemerintah juga menjalankan program tax amnesty jilid dua pada 2022 dan PPS untuk perluasan basis pajak.
BACA JUGA:Berbekal Kinerja Cakep 2023, Optimistis Melaju di 2024
BACA JUGA: Kinerja Investasi Migas Kinclong
Teranyar, pemerintah melakukan integrasi nomor induk kependudukan dan nomor pajak wajib pajak (NPWP). Kebijakan ini memang tidak langsung dapat mendongkrak penerimaan pajak secara signifikan dalam jangka pendek. Namun kebijakan tersebut berpotensi mendorong kepatuhan wajib pajak (WP) untuk lebih dispilin membayar dan melaporkan pajaknya.
Hanya saja, dengan penyatuan ini tidak berarti bahwa semua orang akan otomatis bayar pajak. Untuk membayar pajak tetap harus memenuhi persyaratan objektif, seperti penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) dan untuk usaha kecil menengah (UKM) orang pribadi berpenghasilan di atas 500 juta per tahun
Bukan Hanya Komoditas
Pencapaian target pajak pada 2023, sebagaimana laporan media cetak Kominfo, GPR News, edisi Januari 2024, sejalan dengan keberhasilan pemerintah dalam memperluas basis pajak. Sehingga saat booming kenaikan harga-harga komoditas berakhir, pendapatan pajak tetap positif dan meningkat.
Dalam perluasan basis pajak tersebut, Kementerian Keuangan melakukan pengawasan terhadap wajib pajak, termasuk pascaprogram tax amnesty dan PPS. "Kita lihat datanya, kita lihat compliance dan kita lakukan pengawasan detail, dan ini menghasilkan berdampak positif," ujar Sri Mulyani.
BACA JUGA:Perempuan Pelaku UMKM Didorong Manfaatkan Teknologi Digital
BACA JUGA:Ini Dua Syarat Ekonomi Indonesia Tumbuh Positif di 2024
Tak hanya itu, pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap risiko, membentuk komite kepatuhan serta memperluas informasi dan intensifikasi, terutama dengan basis ekonomi digital. "Kita lakukan dengan tidak hanya enforcement dan peningkatan basis pajak, tapi pelayanan pajak juga diperbaiki," kata mantan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) itu.
Pemerintah memberikan begitu beragam insentif. Dalam hal pelayanan pajak misalnya, bila ada wajib pajak lebih bayar Rp100 juta, maka pada saat itu juga langsung diproses dan diselesaikan. Kemenkeu juga memberikan restitusi maupun insentif yang ditanggung pemerintah seperti mobil listrik, perumahan yang diluncurkan buat stimulus ekonomi.
Dengan begitu, pajak bukan hanya berbicara soal memungut atau mengolek uang, melainkan memberikan insentif dan perbaikan pelayan. "Dengan kenaikan penerimaan pajak yang tumbuh kuat, buoyancy tax kita di atas 1 persen dan rasio pajak diharapkan semakin meningkat," ujar Sri Mulyani.
Menengok data Kementerian Keuangan, pencapaian target pajak 2023 cukup merata. Pajak penghasilan (Pph) nonmigas, misalnya, tumbuh 7,9 persen atau sekitar Rp993 triliun. Angka itu sekitar 101,5 persen dari target Kemudian Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) tumbuh 11,2 persen atau mencapai Rp746,3 triliun. Angka itu 104,6 persen dari target 11,2 presen yang ditetapkan.
BACA JUGA: Awali 2024, Kemenhub Lepas Pelayaran Perdana Kapal Tol Laut di Surabaya