
Nyatanya Sisha setahunan ini kerap menchat kakaknya itu. Tapi Lana selalu memotong dan mengatakan bahwa ibunya masih trauma. Dia tak mau kedatangan Sisha hanya memperparah keadaan. Meski Sisha adalah adik kandung Lana, toh perangai Sisha yang sulit diatur membuatnya sebal bukan kepalang.
BACA JUGA:Tanah Kuburan Mbah Bendera
BACA JUGA:SANG PELATIH
Lana merenungkan kembali sikap adiknya. Saat itu keduanya ngobrol santai di emperan rumah, Lana pernah bilang untuk menyuruh Sisha berhenti dari komunitas geng motor ceper dengan peleng roda kecil dan berjeruji rapat itu. Di desanya tren balapan motor ceper memang sedang marak. Sishalah yang kerap jadi pembawa bendera pertanda motor siap balapan di lap kampung.
Dengan tampilan pakaian ketat dan menonjol, kerap kali Sisha secara bebas dan terang terangan ikut meliuk saat dibonceng anggota komunitas itu. Pulang malam hingga menginap sudah biasa bagi Sisha.
Perangai Sisha tentu menjadi perolokan dan sindiran untuk keluarga Bu Darmi. Bahkan sekelas penengah ketua RT juga malah ikut ikutan menghardik dan membulli Bu Darmi. Kaitan mantan suami Bu Darmi kerap disandingkan dengan perilaku Sisha yang kesannya liar serta urakan.
Sebagai kakak bukan dia tak berani memperingatkan. Lana bahkan nekad datang dan menyerbu ke area balapan untuk meminta Sisha pulang. Perkelahian terjadi di sana. Tapi dengan keras dan kekeh, Sisha menolak dibawa pulang. Sikap bengalnya itu membuat Lana mati pikir. Jika lelaki, sudah pasti dia layangkan tamparannya setiap hari.
BACA JUGA:Natal di Keluarga Barbara
BACA JUGA:MAKAM KERAMAT BAH UYUT
"Assalamualaikum" salam seorang perempuan dari pintu depan.
"Lana, ada tamu" seru Bu Darmi dari dapur.
Lana berjalan ke depan pintu utama. Suara perempuan itu terdengar asing baginya.
"Waalaikumsalam" sambut Lana sambil membuka pintu. Saat pintu terbuka tampak perempuan sepantar dirinya. Perempuan bertubuh cukup tambun itu berkacamata dan kerudung hijau yang kontras dengan baju yang ia kenakan.
"Cari siapa ya?"
"Rumah Bu Darmi?"
BACA JUGA:Penjamah di Tanah Tuah