RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai tahun 2025.
Keputusan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki struktur pajak dan meningkatkan penerimaan negara.
Namun, langkah ini berpotensi menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perekonomian, terutama dalam hal perlambatan ekonomi.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu sumber pendapatan terbesar bagi negara.
BACA JUGA:Kenaikan PPN 12% pada 2025 Berisiko Tingkatkan PHK Massal di Tengah Ekonomi Lesu
BACA JUGA:Potensi Pengaruh Kenaikan PPN 12% pada Tahun 2025 Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Saat ini, tarif PPN yang berlaku di Indonesia adalah 11%, yang merupakan tarif yang sudah diterapkan sejak 2022.
Rencana kenaikan tarif menjadi 12% di tahun 2025 tentunya akan membawa konsekuensi besar, baik bagi konsumen, pelaku usaha, maupun perekonomian secara keseluruhan.
Dampak terhadap Konsumen dan Daya Beli
Kenaikan PPN berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa yang akan dibayar oleh konsumen.
PPN yang lebih tinggi berarti pelaku usaha akan menyesuaikan harga jual produk atau layanan yang mereka tawarkan.
BACA JUGA:Kenaikan PPN 12% pada 2025 Berisiko Tingkatkan PHK Massal di Tengah Ekonomi Lesu
BACA JUGA:Potensi Pengaruh Kenaikan PPN 12% pada Tahun 2025 Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Hal ini bisa mengurangi daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang sudah berada pada lapisan ekonomi menengah ke bawah.
Kenaikan harga barang dan jasa dapat memicu inflasi yang lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat mengurangi konsumsi rumah tangga, yang merupakan komponen utama dari perekonomian Indonesia.
Perlambatan konsumsi ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, karena masyarakat akan cenderung menahan pengeluaran mereka atau memilih untuk membeli barang dan jasa yang lebih murah.