Sudah tidak punya lagi ambisi untuk kekuasaan atau menumpuk harta. Satu-satunya yang sangat berarti baginya sudah diambil yang Maha Kuasa, ialah Bima.
Anaknya yang paling ia sayangi. Cukuplah ia bahagia bekerja dengan mengajar, sebagai seorang pendidik. Mencerdaskan para muridnya.
Bisa bermanfaat untuk banyak orang dengan profesinya sebagai seorang guru. Sepulang kerja, dia cukup bahagia menyambangi makam Bima yang ditempatkan di padang rumput itu. Di dekat gubuk yang dulu sering jadi tempat ia berteduh bersama Bima, ketika hujan turun.
BACA JUGA:FATAMORGANA BRAVIA MANJIA
BACA JUGA:LELANANGE JAGAD MERINGKUK DI KOSAN
Suatu ketika, ia ditunjuk pimpinannya untuk menjadi wakil kepala sekolah. Hal yang mengejutkan. Biasanya penunjukan jabatan penting di sebuah lembaga, karena kedekatan hubungan. Karena kalau dekat, semua bisa diatur.
Termasuk segala hal terkait hohohihe. Tidak perlu dibahas di sini. Semua sudah tau. Tentang bobroknya sistem birokrasi di negeri ini. Termasuk dalam dunia pendidikan sekalipun.
Meskipun tidak semuanya bisa dipukul rata, banyak juga lembaga atau sekolah yang sudah punya sistem yang baik, namun masih lebih banyak yang bobrok.
Ditunjuk sebagai Waka kurikulum adalah sebuah kutukan baginya. Turun Kasta. Istilah yang tepat untuk menyebut itu.
BACA JUGA:Wanita yang Nglungsungi Seperti Ular
BACA JUGA:DI NEGERI PARA PESOLEK
Sebagai seorang yang paham wayang. Harsono menganggap profesi guru adalah seorang yang berada pada derajat tertinggi. Menghambakan dirinya untuk ilmu pengetahuan.
Bukan pada uang atau jabatan. Tidak seperti para ksatria, yang begitu ambisi mencari uang dan jabatan. Sampai-sampai teman jadi alas batu lompatan untuk bisa mencapai sebuah posisi jabatan.
"Dari brahmana menjadi kesatria, adalah turun kasta. Wah ketiwasan ini, payah kena kutukan" Ujar Harsono.
Sebagai abdi negara, iya tak mungkin menolak perintah itu. Perintah atasan adalah hukum yang harus dilaksanakan.
BACA JUGA:Sebelum Pandemi dan Sesudah Itu Mati