CERPEN FILESKI WALIDHA TANJUNG
Harsono duduk di padang rumput yang luasnya sampai kaki langit. Entah berapa kilo meter luasnya padang rumput ini. Dan entah siapa pemiliknya.
Sepi dan tenang. Hasono selalu menghabiskan waktunya di padang rumput ini usai jam kerja. Terutama ketika pada waktu-waktu ia butuh menyendiri, untuk merenung.
Angin sepoi-sepoi. Kicau burung liar, terkadang ada tupai melintas. Membuatnya tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah lucu hewan-hewan kecil itu. Setidaknya bisa membuatnya lupa beban rutinitas kerja, untuk sementara waktu.
Anak satu-satunya, telah meninggal dunia karena sakit. Ketika anak itu sedang lucu-lucunya. Usia 5 tahun. Bernama Bima.
BACA JUGA:FATAMORGANA BRAVIA MANJIA
BACA JUGA:LELANANGE JAGAD MERINGKUK DI KOSAN
Ia namakan Bima karena ia ingin anaknya jadi anak yang kuat. Sebab sejak awal kelahirannya, Bima lahir prematur. Sering kambuh sakit kulit, gatal-gatal.
Sering sakit pilek dan demam. Dengan harapan, nama itu bisa membuatnya jadi sosok yang kuat dan perkasa ketika kelak ia dewasa. Namun takdir tak menghendaki Bima untuk berumur panjang.
Dulu Harsono sering mengajak anaknya bermain di padang rumput ini. Memang paradoks. Satu sisi Harsono ingin anaknya berumur panjang.
Sisi lain Harsono punya firasat umur anaknya tidak lama di dunia. Membuatnya tak pernah melewatkan waktunya untuk bermain dengan Bima, setiap sore usai pulang kerja.
BACA JUGA:Wanita yang Nglungsungi Seperti Ular
BACA JUGA:DI NEGERI PARA PESOLEK
Ia pulang kerja pukul 15.15 wib dari kantornya. Setelah pulang ke rumah, berganti baju, ia langsung berangkat bersama Bima untuk menikmati suasana padang rumput itu.
Harsono sangat senang dengan kehadiran Bima. Sosok anak yang ceria. Jika musim kemarau, ia ajak Bima bermain layang-layang.
Jika musim hujan, ia hanya berteduh di bawah gubuk kecil. Menikmati rintik hujan, dan menceritakan kisah wayang, pada anak satu-satunya itu.