BENGKULU RU - Sebanyak tiga orang petani Tanjung Sakti Kabupaten Mukomuko, diniai tidak layak atau tidak boleh dihukum.
Pasalnya ketiga orang petani yang saat ini tengah menghadapi gugatan PT. Daria Dharma Pratama (DDP) yakni Harapandi, Ibnu Amin dan Rasuli, dalam rangka berjuang atas hak untuk hidup.
Sebagaimana diketahui, kasus gugatan terhadap tiga petani tersebut, telah melalui tahapan pada Pengadilan Negeri (PN) Mukomuko.
Dalam putusan persidangan, ketiga petani dinyatakan bersalah telah mengahalang-halangi aktifitas perusahaan. Namun soal tuntutan ganti rugi dari PT DDP sebesar Rp 7,2 milyar tidak dikabulkan majelis hakim.
BACA JUGA:Petani Mukomuko vs PT. DDP Dibawa ke Mahkamah Rakyat
BACA JUGA: 3 Petani Tergugat PT DDP Melawan, Nyatakan Banding Atas Putusan Pengadilan
Kemudian tiga petani mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bengkulu, yang mendapati putusan tingkat kedua yaitu dinyatakan bersalah dan dihukum membayar denda sebesar Rp 3 milyar, sehingga petani mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
“Tiga petani Tanjung Sakti sedang memperjuangkan hak untuk hidup, dengan cara ingin berkebun di lokasi yang saat itu belum mempunyai kepastian hukum siapa pengelolanya,” ungkap Guru Besar UINFAS Bengkulu, Prof. Dr. Imam Mahdi, SH, MH.
Menurut Prof. Imam, dalam dokumen Amicus Curiae, bahwa gugatan PT. DDP merupakan perilaku SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP), yang merupakan gugatan hukum strategis terhadap partisipasi publik.
"Di mana para petani mengetahui bahwa Masyarakat mendapatkan surat nomor 113/DD APE/III/2022 tertanggal 9 Maret 2022, yang dikeluarkan PT. DDP," kata Imam.
BACA JUGA:Petani Mukomuko vs PT. DDP Dibawa ke Mahkamah Rakyat
BACA JUGA: 3 Petani Tergugat PT DDP Melawan, Nyatakan Banding Atas Putusan Pengadilan
Yang pada pokoknya, lanjut Imam, menyatakan PT. DDP mengakui bahwa area divisi 5 dan divisi 7 Air Pedulang Estate, berada di luar HGU PT DDP atau belum memiliki HGU.
"Kemudian para petani yang tergabung dalam petani Tanjung Sakti menyurati Kementerian ATR/ BPN, yang pada pokoknya melakukan pemberitahuan jika area divisi 5 dan 7 dalam kondisi belum jelas kepastian hukumnya dan menanyakan status tanah itu," papar Imam.
Ditambahkan Imam, serangkaian tindakan yang dilakukan para petani, merupakan partisipasi publik dalam ruang penegakan hukum.