BACA JUGA:Pemerintah Atur Strategi Tekan Emisi dari Sumber Energi Bersih
BACA JUGA: Menko Marves Tekankan Pentingnya Transisi Energi Berkeadilan dan Pengembangan Industri Hijau
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM nomor 12 tahun 2015, seharusnya Indonesia sudah mencapai penggunaan campuran etanol sebesar 20% (E20) pada 2025. Sayangnya, target itu tampaknya masih jauh dari pencapaian karena kini masih berada pada tahap E5.
Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah belum banyak industri bioetanol yang memenuhi kriteria untuk menghasilkan bahan bakar dengan kualitas fuel grade.
Untuk mempercepat pengembangan industri bioetanol, diperlukan kebijakan yang mendukung akselerasi industri itu.
Kini, dari 13 industri bioetanol yang ada, hanya dua yang memenuhi kriteria fuel grade, sedangkan sisanya masih memproduksi bioetanol untuk kebutuhan food grade.
BACA JUGA: Harapan Baru Membangun Masa Depan Energi Berkelanjutan, Hidrogen Hijau di Indonesia
BACA JUGA:Upaya Pengembangan Listrik dari Energi Baru Terbarukan Perlu Diimbangi dengan Demand
Perlu adanya dorongan dari pemerintah agar industri bioetanol di Indonesia dapat tumbuh lebih cepat dan signifikan.
Artinya, membangun ekosistem bioetanol, baik dari segi produksi maupun distribusi, adalah kunci penting untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan program ini.
Jika hal itu dapat dilakukan, maka peluang untuk pemberian insentif semakin terbuka.
Selain itu, investasi besar di sektor ini juga akan menarik lebih banyak pemain industri dan teknologi untuk terlibat, menciptakan efek domino yang positif bagi perekonomian dan lingkungan.
BACA JUGA:Menteri ESDM Ingatkan Keharusan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan
BACA JUGA:Pertumbuhan Ekonomi Hijau Sebagai Investasi Berkelanjutan yang Mendorong Inovasi Sektor Energi
Transisi Energi Bersih
Pengembangan bioetanol di Indonesia merupakan langkah yang sangat penting dalam transisi energi bersih.
Dengan potensi besar yang dimiliki oleh sektor ini, baik dari segi sumber daya alam maupun kebutuhan energi ramah lingkungan.