Lakon Wayang: Sedulur Papat Limo Pancer
Ilustrasi: Wayang--
BACA JUGA:Sudut Moral Dalam Laku Memayu Hayuning Bawono
Memahami Sudulur Papat Limo Pancer, sejatinya adalah ajaran Tauhid atau berketuhanan. Meyakini dunia dan seisinya, termasuk dengan mahluk-mahluk yang ada di dalamnya, adalah ada dengan sendirinya adalah sebuah pemahaman yang harus diluruskan.
Dan inilah ujian. Karena ujian tidak akan pernah melebihi kemampuan. Mahluk yang paling dekat dengan Tuhannya adalah mereka yang bersabar.
Dalam filosofi Jawa, empat malaikat yang menjaga dan menemani kita saat dalam kandungan hingga lahir, merupakan sedulur atau saudara kita yang dilambangkan dengan kakang kawah, adi ari-ari, darah dan pusar. Kakang kawah itu yang menjaga dan membantu tubuh mendatangkan kehendak dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kemudian ada sebutan adi ari-ari, bertugas memayungi perilaku berdasarkan arahan-NYA. Dalam dunia medik, adi ari-ari adalah plasenta yang bertanggungjawab, mengantarkan sari makanan yang dimakan oleh seorang ibu dan plasenta itu lahir setelah bayi lahir. Makanya dalam istilah kejawen disebut adik.
Kemudian ada darah atau getih dalam bahasa Jawa. Darah ini bekerja siang dan malam, menjalankan tugas dari yang maha kuasa, mewujudkan Kehendak-NYA. Darah juga menemani kita siang dan malam di dalam rahim, sampai dengan kita lahir, terus berada di dalam tubuh bayi sampai dia dewasa.
BACA JUGA:Sang Penolak Arjuna
Kemudian berhenti menggali, ketika mati. Dan saudara kita yang keempat adalah puser, yang tugasnya memberi perhatian dengan kesungguhan untuk memenuhi perintah Yang Maha Kuasa. Puser atau tali pusar akan melekat pada bayi sampai lebih kurang satu minggu, kemudian dia akan lepas secara alami yang kalau dalah tradisi Jawa disebut "Puputan".
Itulah saudara kita yang dilahirkan bersama, dari jalan yang sama yaitu rahim ibu. Setiap hari selalu bersama di tempat yang sama termasuk saudara kita yang lain yang tidak lahir dari rahim ibu. Yaitu malaikat yang menjadi petunjuk jalan kebaikan bagi kita.
Para sesepuh Jawa, juga ada yang mengatakan. Bahwa sedulur papat atau saudara empat itu, aslinya adalah hawa nafsu dari sarinya bumi, sarinya api, sarinya angin dan sarinya air. Keempat nafsu yakni: aluamah atau serakah dengan dunia.
Kemudian nafsu amarah atau keonaran. Lalu ada nafsu supiah yakni gemar menghayal dan cenderung melakukan hal-hal yang nekat. Tidak lain demi untuk memenuhi keinginannya dan yang terakhir adalah nafsu mutmainah, yakni nafsu yang suka akan kadigdayaan atau olah kanuragan yang cenderung membawa watak jumawa atau kesombongan.
Lantas apa yang dimaksud dengan pancer? itulah naluri atau angan-angan kita untuk memimpin berbagai nafsu yang terus menggelayut di sekitar diri. Agar tidak salah langkah dan selamat dalam kehidupan dan kehidupan setelah kematian.
BACA JUGA:Di Balik Bidal
Gambaran hidup dari nasehat ini, juga lazim dalam kidung-kidung seniman-seniman Jawa, seperti melalui seni wayang kulit dan pementasan seni jawa lainnya. Puncak atau substansi dari ajaran ini adalah pancer atau diri kita ini, sejatinya harus mampu mengendalikan hawa nafsu yang bersemayam dalam diri manusia.
Layaknya dalam prolog pertama, khitoh manusia adalah tempatnya salah dan keliru. Kembali berkali-kali kami mohon maaf jika terjadi salah penafsiran. Semoga kita dapat manggih rahayu wilujeng (menemukan kebahagiaan yang berkah) dalam mengarungi hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (*)