Marie Thomas sang Dokter Wanita Pertama di Indonesia
--
Berprofesi sebagai dokter membuat seseorang yang berasal dari kalangan biasa-biasa saja atau pribumi di era penjajahan Belanda, bisa dibilang susahnya bukan main, terlebih buat seorang perempuan.
Nah kondisi itulah yang juga sempat dirasakan oleh seorang Marie Thomas yang dalam upayanya menjadi seorang dokter perempuan pertama di Indonesia harus mendapati banyaknya rintangan dan hambatan.
Marie Thomas lahir pada 17 Februari 1896 di Likoepang, Hindia Belanda, atau kini disebut Minahasa, Sulawesi Utara. Dikutip dari Huygens ING, Marie adalah putri dari seorang tentara profesional dan dibesarkan dalam keluarga Kristen Protestan. Dia punya satu saudara kandung laki-laki.
Karena ayahnya adalah seorang tentara yang kerap dipindahtugaskan ke beberapa tempat, keluarga Marie juga jadi sering berpindah-pindah tempat tinggal. Akibatnya, Marie juga sering berpindah-pindah sekolah.
Nama ayah Marie adalah Adriaan Thomas. Pria yang memiliki karier profesional di bidang militer itu lahir pada 1861 dan meninggal pada 1925. Adapun ibunda Marie adalah Nicolina Maramis yang meninggal pada 30 Juli 1934.
Pada 1912, Marie masuk ke Sekolah Pendidikan Dokter Hindia Belanda (STOVIA) berkat peran Aletta Jacob, sosok yang juga dikenal sebagai dokter perempuan pertama di negara Belanda. Ketika sedang melakukan tur keliling dunia, Aletta mengunjungi Hindia Belanda di Batavia pada 18 April 1921.
BACA JUGA:Mahkarya Kerajinan Tas Rajut dari Kaki Asih Mulyani
Dikutip dari media Belanda Java Post, surat-surat perjalanan Jacobs memang menunjukkan bahwa dia memperdebatkan betapa sulitnya penerimaan gadis-gadis pribumi Indonesia di pelatihan medis atau sekolah kedokteran. Padahal di rumah sakit perempuan, banyak pasien perempuan membutuhkan penanganan khusus dari tenaga medis perempuan. Jacobs mendesak pihak penguasa agar tidak menyulitkan kaum perempuan untuk mendaftar ke STOVIA.
Desakan tersebut akhirnya membuahkan hasil. Marie Thomas berhasil masuk ke STOVIA setelah mendapat dukungan beasiswa dari Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen (SOVIA). SOVIA merupakan perkumpulan untuk membentuk dana studi buat pendidikan dokter Hindia wanita.
Marie Thomas lulus dari STOVIA pada 1922. Dia merupakan yang pertama mendapat gelar Indisch Arts (dokter Hindia). Setelah lulus pada 1922, dia bekerja di Centraal Burger Ziekenhuis di Weltevreden (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo).
Di Stovia, Marie sempat bertemu Mohammad Joesoef dari Sumatra. Mereka duduk di kelas yang sama untuk waktu yang lama dan lulus pada waktu yang sama pula. Setelah beberapa tahun lulus mereka akhirnya menikah pada 16 Maret 1929.
Mereka berdua kemudian berangkat ke Padang, Sumatra Barat, yang merupakan kampung halaman suami. Marie dan suami dikaruniai dua orang anak yang bernama Sonya dan Eri.
Di Padang, Marie Thomas bekerja di Layanan Kesehatan Masyarakat setempat atau yang kala itu disebut Dienst der Volksgezondheid. Setelah menetap selama beberapa tahun di Padang, dia kembali ke Batavia. Di sana dia menjadi anggota partai Persatuan Minahasa.
Selama menjadi dokter, Marie sering melakukan penelitian di bidang ginekologi dan kebidanan. Tidak hanya itu, ia juga sering membantu perempuan yang mengalami kesulitan dalam persalinan. Selain dokter perempuan Indonesia pertama, Marie Thomas juga merupakan ahli ginekologi dan kebidanan pertama Indonesia.
BACA JUGA:Ratu Samban, Pahlawan Rakyat yang Diburu Kolonial Belanda
Pada 1950, Marie kembali lagi ke Sumatra Barat. Di Bukittinggi dia mendirikan sekolah kebidanan. Sekolah tersebut merupakan sekolah kebidanan yang pertama di Sumatra dan yang kedua di Indonesia.
Sampai kematiannya –saat ia berusia 70 tahun-- Marie Thomas terus bekerja di rumah sakit. Dia meninggal secara tidak terduga pada 29 Oktober 1966 di Bukittinggi setelah mengalami pendarahan otak.
Marie Thomas dikenal sebagai seorang dokter yang selalu ada untuk pasiennya. Banyak pasiennya ia bantu secara gratis. Di Indonesia, sayangnya, seperti dicatat media Belanda, saat ini Marie Thomas menjadi tokoh yang tidak begitu dikenal. Bahkan, sekolah kebidanan yang ia dirikan tidak menggunakan namanya.
Kesimpulannya, Marie Thomas bisa dikata adalah bukti nyata seorang perempuan yang sebenarnya sangat mungkin memberikan jasa sangat besar buat bangsa dan negara.
Meski menghadapi banyak rintangan maupun hambatan dalam menggapai cita-citanya, tetapi Marie Thomas tetap terus berjuang demi sebuah tujuan yang mulia. Di erah seperti sekarang ini, masyarakat Indonesia jelas membutuhkan penerus Marie Thomas karena masih ada banyak sekali persoalan di bangsa ini yang belum bisa diselesaikan dan terselesaikan. (**)