Ratu Samban, Pahlawan Rakyat yang Diburu Kolonial Belanda
--
Mardjati atau yang dikenal dengan Ratu Samban mungkin banyak yang belum mengenal sosoknya. Gelar pahlawan anak negeri atau Pahlawan Nasional sudah selayaknya disematkan kepada tokoh Bengkulu yang satu ini.
Betapa tidak, pemerintah kolonial Belanda terus memburu Ratu Samban, sejak peristiwa gugurnya dua pejabat kolonial pada tahun 1873.
Dua pejabat kolonial ini masing-masing H.Van Amstel dan E.E Castens didampingi empat orang depati Negeri Sembilan (Sebutan untuk negeri Bintunan) menyeberangi Sungai Bintunan menggunakan rakit (Bambu yang diikat).
Saat itu salah satu depati yang mendampingi ialah Mardjati, dan dengan menggunakan parang tajam Ratu Samban berhasil melakukan pembantaian terhadap dua pejabat kolonial ini.
Korban (pejabat Belanda) yang dalam kondisi terluka, langsung dibuang atau ditenggelamkan ke Sungai Bintunan yang arusnya deras karena baru saja terjadi hujan.
Peristiwa ini juga disaksikan ratusan warga yang sengaja dikerahkan Mardjati untuk menyambut kunjungan H.Van Amstel dan Kontroleur Castens, yang bermaksud untuk bermalam di Bintunan karena hari menjelang petang.
Kolonial Belanda sendiri tidak mudah untuk memburu pria yang berperawakan besar dengan postur tinggi, dan memiliki rambut panjang terurai ini. Karena masyarakat lebih memilih tutup mulut ketika kolonial mencari keberadaannya.
Ini disebabkan kepemimpinan Ratu Samban yang merakyat dan membaur dengan rakyat, dan selalu memperjuangkan kepentingan rakyat. Sehingga Belanda juga kesulitan membedakan antara pemimpin yang dicari dengan rakyat biasa.
BACA JUGA:Perjuangan Fatmawati, Putri Bengkulu Sang Penjahit Bendera Pusaka
Bahkan secara berlebihan ada yang menyebutkan bahwa Mardjati memiliki ilmu belut putih, sehingga badannya licin seperti belut ketika akan ditangkap. Selain itu juga, Mardjati tidak mempan ditembak atau ditusuk senjata tajam Kolonial Belanda sewaktu membantai Asisten Residen dan Kontoleur di Air Bintunan (Sungai Bintunan). Ini juga yang membuat sosok Ratu Samban menjadi disegani oleh rakyat saat itu.
Suatu ketika (1887) Ratu Samban tertangkap Kolonial Belanda di daerah Napal Putih (Ketaun= Cat twon) lalu dibawa ke benteng Fort Marlborough. Namun, beberapa saat kemudian terdengar laporan serdadu Belanda lainnya melaporkan telah menangkap Ratu Samban dan pengawalnya, dan ini membuat Mardjati yang asli (Ratu Samban) dilepaskan.
Atas sepak terjang Ratu Samban ini membuat Kolonial Belanda memuncak amarahnya, dan pada tanggal 4 Desember 1888 mengetahui keberadaan Ratu Samban di Bintunan setelah berpindah-pindah dari Ketahun dan Lais.
Pada tahun 1889, Belanda mengeluarkan maklumat ke seluruh negeri, akan memberikan hadiah yang besar kepada siapa saja yang dapat menangkap Mardjati atau Ratu Samban.
Tanggal 24 Maret 1889 (Pada tengah malam) penjahat nomor wahid yang dicari-cari kolonial Belanda ini ditangkap, dan di eksekusi di atas rakit, sebagaimana dua pejabat Belanda dieksekusi oleh Ratu Samban. Tokoh ini wafat menjalani hukum pancung dengan tangan terikat, dan dia dimakamkan oleh masyarakat di Desa Bintunan Kecamatan Batik Nau (sekarang).
Ratu Samban adalah gelar/adok yang diberikan kepada seorang Pesirah (sekarang sama dengan kepala desa) oleh tua-tua masyarakat di Desa (Marga) Bintunan Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 1874, seusai musim panen.
Tanda penghargaan dan penghormatan itu diberikan kepada Mardjati yang dinilai telah berhasil membela kepentingan rakyat, dan sekaligus telah berhasil membunuh dua orang penguasa kolonial Belanda yaitu Asisten Residen H.Van Amstel dan Kontroleur E.E.W Castens pada 2 September 1873, saat hendak menyeberang Sungai Bintunan.
Selanjutnya menjadi Pasirah karena dinilai telah berjasa melindungi masyarakat dari beban pajak (Raaden = Pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah Kolonial Belanda) sebesar 30.000 Golden. Hal itu berdasarkan ketentuan pemerintah kolonial Belanda di Batavia tahun 1872, serta hasil pertemuan pemuka masyarakat dengan kontroleur Castens dan Asisten Residen H.Van Amstel.
Beban pajak ini pulalah yang dirasakan amat berat oleh rakyat, khususnya yang berada Resort Bintunan. Pada tanggal 2 September 1873, dua pejabat penting ini mengadakan inspeksi kewilayah perkebunan rakyat, yang terkenal banyak menghasilkan kopi, lada, kopra, emas dan batu mulya di wilayah pesisir barat Pulau Sumatera, yaitu Lais, Bintunan, Ketahun (Provinsi Bengkulu).
Saat ini nama Ratu Samban diabadikan sebagai salah satu kecamatan yang ada di Kota Bengkulu dan salah satu universitas yang ada di Kabupaten Bengkulu Utara. Akankan Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu mengusulkan Pahlawan Anak Negeri ini menjadi Pahlawan Nasional.(**)