JR UU Darurat, Pemda Bengkulu Utara Pilih Pasif
--
ARGA MAKMUR RU - Uji materi terhadap undang-undang atau judicial riview (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan UU Darurat No. 4 Tahun 1956, UU Darurat No. 5 Tahun 1956, dan UU Darurat No. 6 Tahun 1956. Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Termasuk Kotapraja, Dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, Sebagai Undang-Undang dengan Pemohon Pemda Lebong, masih terus bergulir di lembaga penguji undang-undang yang ketuanya baru saja diganti itu.
Membaca paparan resminya, MK diketahui telah meregistrasi permohonan ini sebagai Perkara Nomor 71/PUU-XXI/2023, dengan Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Lebong sebagai Pemohon. Kedua Pemohon mempersoalkan norma Pasal 1 Angka 10 UU 28/1956 yang berbunyi: Bengkulu Utara, dengan nama Daerah tingkat II Bengkulu Utara, dengan batas-batas sebagai dimaksud dalam Ketetapan Gubernur Militer Daerah Istimewa Sumatera Selatan tertanggal 2 Pebruari 1950 No. Gb/30/1950, terkecuali wilayah Kotapraja Bengkulu;
"Pada dasarnya, para Pemohon menilai norma a quo telah merugikan karena tidak mengatur cakupan dan batas wilayah administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara secara jelas ketika dibentuk. Hal tersebut mengakibatkan sebagian wilayah para Pemohon, dalam hal ini Lebong, diakui Pemda Bengkulu Utara sebagai bagian wilayah administratifnya," jabar laman MK.
Terpisah, Kabag Hukum, Isyaliyah Yurdha, SH, MH, tak menampik laju perkara konstitusi yang masih bergulir MK. Dia bilang, secara prinsip, Pemda BU lebih kepada pihak terkait. Penjelasan Lia, panggilan akrabnya, lantaran lokus perkara di MK itu adalah UU. Sehingga obyek JR, lebih kepada domain yang dimiliki oleh pusat, baik itu Presiden sebagai kepala pemerintahan dan juga DPR dalam kedudukannya yang menjalankan fungsi legislasi.
BACA JUGA:Estafet Perkara Menuju Tersangka
"Ya kalau kita (Pemda BU,red), lebih kepada pasif saja. Karena kedudukan kita adalah pihak terkait," kata Kabag Hukum Isyaliyah Yurda, dibincangi usai rapat paripurna 2 raperda tentang Perangkat Desa dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Senin (13/11).
Dijelaskan Lia, lebih dalam posisi pasif yang dimaksudkannya, bukan hanya soal perkara yang kini bergulir di MK adalah Undang-Undang. Dimana Pemda BU sebagai pihak terkait lebih kepada pelaksana. Selain itu, terus dia, tidak ada persoalan tapal batas antara BU dan Lebong. Sebagaimana sikap ini, tertuang dalam Permendagri 20 Tahun 2015 tentang Batas Wilayah antara Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Lebong.
"Meski begitu kami tetap menghormati proses yang sedang berjalan dan mengikuti agenda dan menyampaikan penjelasan sesuai dengan kewenangan dan kedudukan yang dibenarkan secara hukum positif," pungkasnya. (bep)