Sertifikasi HAM Kerek Reputasi Pebisnis Nasional di Tingkat Global
Ilustrasi. Pemerintah melakukan upaya terobosan untuk memastikan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) diterapkan dalam praktis bisnis. Terobosan itu berupa sertifikasi yang menjaga hak pekerja hingga asal usul produksi produk sesuai dengan standar ling-NET -
Aplikasi ini memungkinkan pelaku usaha untuk memitigasi risiko pelanggaran HAM dalam menjalankan operasional mereka.
“Meskipun masih bersifat sukarela, aplikasi Prisma telah mendapatkan respons positif dengan pendaftaran 228 pelaku usaha sejak September 2023,” ujarnya.
BACA JUGA:Mempertanggungjawabkan Penggunaan APBN
BACA JUGA:Membangun Industri Elektronik Nasional
Sejauh ini aplikasi Prisma memiliki 12 indikator dengan sekitar 140 subindikator yang mencakup berbagai aspek, seperti perlindungan pekerja, serikat pekerja, sampai rantai pasokan.
Hingga saat ini, terdapat 31 pelaku usaha yang telah mendapatkan nilai hijau dari 12 indikator di aplikasi Prisma.
Selebihnya, masih terdapat pelaku usaha yang mendapatkan nilai merah dan kuning karena belum memenuhi indikator-indikator yang ditentukan.
Meskipun sertifikasi ini masih bersifat sukarela, Kemenkumham terus mendorong agar sertifikasi ini menjadi wajib di masa depan.
BACA JUGA:Kementerian Investasi - Kemendagri Perpanjang Kerja Sama Akses Pemanfaatan Data Kependudukan
BACA JUGA:Uang Beredar Tumbuh Lebih Tinggi pada Maret 2024
Karenanya, pemerintah optimistis bahwa sertifikasi ini akan memberikan banyak manfaat bagi pelaku usaha dan akan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.
Belajar dari Jepang
Pada kesempatan yang sama, Pengurus Yayasan Bina Swadaya, Dr. Ir. Eri Trinuraini Adhi menyebut, Indonesia sendiri perlu belajar dari Jepang, raksasa ekonomi Asia yang telah mengintegrasikan bisnis dan HAM.
Keberhasilan mereka tak lepas dari sosialisasi masif yang menjangkau seluruh pemangku kepentingan.