Ratusan Anak di Bawah Umur Menikah

Ilustrasi : Pernikahan--

ARGA MAKMUR RU - Tingkat perkawinan dalam usia yang relatif masih muda di daerah, relatif tinggi. Cenderung mengalami peningkatan saban tahunnya. Membaca statistik perkara di Pengadilan Agama (PA) Kelas I B Arga Makmur, periode Januari hingga Agustus 2023, angka Dispensasi Kawin yang menjadi perkara permohonan jumlahnya 106 perkara. 

 

Data teranyar, penutup tahun 2023 angka dispensasi kawin mencapai 149 perkara. Sederhananya, dispensasi kawin, merupakan dasar bagi Kementerian Agama (Kemenag) memproses pernikahan bagi seorang calon pengantin yang belum memenuhi usia kawin. 

 

Namun, mesti dilangsungkan pernikahannya karena alasan tertentu. Maka mewajibkan calon pasangan nikah, lebih dulu mendapatkan persetujuan pengadilan agama. 

 

Sekadar mengulas, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang berlaku 15 Oktober 2019 sebagai beleid pemerintah hasil revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menegasi umur minimal pasangan kawin baik laki-laki dan perempuan adalah berumur 19 tahun. 

BACA JUGA:Tak Ada Anggaran, BPBD Nekat Turunkan Tim Mitigasi Bencana

Pasangan nikah baik kedua-duanya atau salah satunya yang belum memasuki usia kawin, namun akan dinikahkan secara resmi dan dicatat dalam peristiwa perkawinan negara. Harus melalui mekanisme putusan pengadilan agama atas permohonan dispensasi kawin. 

 

"Data dispensasi kawin yang diterima tahun 2022 sebanyak 140 perkara. Tahun 2023 diterima 149 perkara," jelas PA Arga Makmur Kelas IB melalui Panitera, Nora Addini kepada RU. 

 

Dalam warta sebelumnya, periodisasi Januari-Agustus dispensasi kawin berjumlah 106 perkara. Dalam periodisasi yang sama di tahun sebelumnya, jumlahnya 94 perkara. Ada kenaikan 12 perkara," kata Humas PA Arga Makmur, Fatkul Mujib,SH.I,MH di kantornya, Rabu (20/9) sekitar Pukul 13.30 WIB. 

 

Hakim yang relatif masih berusia muda, kelahiran Juli 1987 itu dalam paparan komparatifnya. Juga menjelaskan statistik umum beberapa perkara gugatan lainnya. Semisal, perkara perceraian. Membaca data resmi, cerai gugat masih menjadi pemuncak perkara gugatan yang bersifat perdata. 

 

Cerai gugat, merupakan perkara percerai yang disampaikan oleh seorang istri. Kebalikannya: cerai talak atau cerai yang disampaikan seorang suami, dikomparasikan dengan periodisasi yang sama tahun sebelumnya, juga menempati tangga kedua, setelah cerai gugat. Dapat dibilang, istri cenderung lebih sering menggugat cerai suaminya. 

BACA JUGA:Penanganan Jalan Liku Sembilan yang Amblas Mesti Dipercepat

"Untuk cerai gugat adalah 359 perkara. Cerai talak 125 perkara. Kalau membanding tahun sebelumnya dengan periode yang sama, masing-masing 389 perkara dan 116 perkara," jabarnya, atas laju perkara selama 8 bulan dengan tahun yang berbeda. 

 

Disinggung musabab perceraian? secara umum, pilihan mengakhiri bahtera rumah tangga itu disebabkan pertengkaran yang terus menerus. Pemicunya? lanjut Fatkul, didominasi persoalan ekonomi. Meski begitu, ada juga perselingkuhan sampai dengan "cawe-cawe" pihak ketiga yakni orang tua yang turut campur terlalu jauh, dalam rumah tangga anak-anaknya. Ada juga soal dugaan kekerasan dalam rumah tangga.

 

"Tapi secara umum, dalil gugatan cerai didominasi alasan ekonomi," ungkapnya. 

 

Dalam obrolan lebih kurang 30 menit itu, ditegasi Fatkul, soal adanya kesalahan paradigma di masyarakat tentang keberadaan Pengadilan Agama. Dimana, terus dia, PA, acap dianggap sebagai "lembaga pencerai". Padahal, terus dia lagi, setiap hakim ketika disumpah, salah satu fungsinya adalah mengupayakan tidak terjadinya perceraian. 

BACA JUGA:Wanita (Tetap) Dominasi Gugatan Cerai

Namun, bukan dimaknai melarang perceraian. Karenanya, terus dia, sebagaimana perceraian statusnya merupakan perkara perdata, maka jalur nonlitigasi selalu mendahului berlanjutnya proses litigasi. 

 

"Makanya ada yang namanya proses mediasi," ungkapnya. 

 

Konkret dari upaya tersebut, terus dia, tingkat keberhasilan mediasi yang telah dilaksanakan pihaknya. Tahun ini, rasio keberhasilannya mencapai 74 persen dari total 73 perkara yang dimediasi. Sedangkan untuk 2022 lalu, tingkat keberhasilannya 25 persen dengan jumlah 105 perkara. 

 

"Dari sisi Banding, juga menurun. Dapat diartikan, hasil putusan PA juga memuaskan," pungkasnya. (bep)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan