Ribuan Hektar Sawit Daerah di Bengkulu Ini Penuhi Standar ISPO, Harga Beli Naik?

Pabrik CPO milik PT Agricinal merupakan salah satu sumbu perekonomian sektor perkebunan sawit di Bengkulu-Radar Utara/Benny Siswanto-
BACA JUGA:Penyalahgunaan DAS jadi Kebun Sawit, Menyalahi Konsep ISPO dalam Inpres Jokowi
BACA JUGA:Program Replanting Sawit di Mukomuko Hampir Tuntas, Realisasinya 906 Hektar
Mencapai standar tersebut, diperlukan langkah-langkah penyelarasan salah satunya melalui program sawit rakyat atau PSR dalam program replanting sawit penduduk agar memenuhi kriteria eksport, sekaligus memberikan daya ungkit nilai keekonomian Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia di pasar global, perlu dilakukan beberapa hal :
- Mendorong penyelesaian legalitas petani;
- Petani harus mendapatkan dukungan fasilitas dalam proses sertifikasi ISPO;
- Perlu ada upaya penyelesaian konflik dalam izin perkebunan sawi;
- Pengakuan hak masyarakat adat harus dipercepat.
BACA JUGA:Empat Daerah di Bengkulu Punya UMK, Paling Gede Daerah Penghasil Sawit
BACA JUGA:Disperindag Bakal Tertibkan Timbangan Sawit Belum Berlabel Tera
Selama ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam memenuhi persyaratan legal di perkebunan sawit petani swadaya. Jadi bagaimana sebenarnya kondisi industri sawit dan sertifikasinya?
Data Kementerian Pertanian menyebutkan, dari total 6,7 juta hektare kebun sawit rakyat pada 2022, baru 32 sertifikat ISPO yang dikeluarkan untuk pekebun.
Di sisi lain, pemerintah menargetkan penyelesaian sertifikasi ISPO bagi pekebun pada 2025. Namun, tentu sertifikasi produk sawit tidak semulus yang dibayangkan. Masih banyak kendala yang harus diselesaikan agar produk sawit Indonesia yang berkelanjutan dan berdaya saing di pasar global.
Beberapa masalah yang masih menjadi kendala soal pengembangan produk sawit yang berkelanjutan di antaranya adalah masalah legalitas lahan sawit rakyat yang berkaitan dengan adanya indikasi izin sawit dan tutupan sawit yang berada di kawasan hutan.