Menuju Indonesia Bebas Penduduk Miskin Ekstrem pada 2024
Pelatihan teknik mengolah bahan makanan kepada peserta saat pelatihan memasak di Denpasar, Bali.. Pelatihan memasak berbagai jenis produk kuliner siap jual itu dilakukan guna memberikan keterampilan berwirausaha kepada para peserta yang mayoritas ibu rum--
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) membawa kabar baik terkait pemberantasan kemiskinan ekstrem. Tingkat kemiskinan ekstrem dinyatakan mengalami penurunan. Jika kondisi nasional berlangsung stabil maka target yang telah ditetapkan akan terwujud pada akhir 2023.
“Insyaallah sudah on the track. Posisi hingga September 2022 berada di 1,12% atau turun 0,62% dari 2021. Kalau capaian tahun ini sama dengan capaian 2022, mestinya di akhir tahun ini kemiskinan ekstrem berada di kisaran 0,5%,” ujar Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan kepada pers. Artinya, menurut Menko Muhadjir, target angka kemiskinan ekstrem menjadi 0% pada 2024 dapat tercapai. “Paling tidak, mendekati nol-lah,” katanya lagi.
Pemerintah memang menaruh perhatian serius soal pemberantasan kemiskinan ekstrem. “Berkaitan dengan kemiskinan ekstrem, sebenarnya sudah direncanakan pemerintah pada periode kedua ini agar pada 2024 sudah pada posisi nol persen,” kata Presiden Joko Widodo di Jakarta.
Kemenko PMK menyebutkan, kemiskinan ekstrem adalah “jika Individu dalam kondisi sangat miskin yang ditandai dengan daya beli maksimal setara kemiskinan dengan USD1,9 purchase parity power per hari atau setara kurang lebih Rp45.000/hari atau Rp1,35 juta/bulan”.
BACA JUGA:Menepis Isu Deindustrialisasi
Lebih rinci lagi, seperti yang dituangkan dalam Keputusan Menko PMK nomor 32 tahun 2022 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, karakteristik rumah tangga miskin, antara lain:
sekitar 11,26% dari kepala rumah tangga tidak dapat membaca dan menulis dengan rata-rata lama sekolah hanya 5,9 tahun;
sekitar 70% kepala rumah tangga berpendidikan rata-rata SD sederajat ke bawah;
sekitar satu dari tujuh kepala rumah adalah perempuan;
sekitar satu di antara lima rumah tangga memiliki anggota rumah tangga penyandang disabilitas;
sekitar satu di antara dua rumah tangga tidak mendapat akses terhadap sanitasi layak; dan
sekitar satu di antara tujuh rumah tangga tidak memiliki akses terhadap air minum bersih.
Angka Kemiskinan Makin Turun
Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengeluarkan laporan profil kemiskinan nasional per Maret 2023:
Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36%, menurun 0,21% poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18% poin terhadap Maret 2022.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022.
Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebesar 7,29%, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 7,53%. Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22%, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 12,36%.
Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan menurun sebanyak 0,24 juta orang (dari 11,98 juta orang pada September 2022 menjadi 11,74 juta orang pada Maret 2023). Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan menurun sebanyak 0,22 juta orang (dari 14,38 juta orang pada September 2022 menjadi 14,16 juta orang pada Maret 2023).
Garis kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp408.522 (74,21%) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp141.936 (25,79 %).
Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657/rumah tangga miskin/bulan.
Percepatan Pemberantasan
“Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di mana pun”. Demikianlah salah satu tujuan sustainable development goals (SDGs) yang telah ditetapkan Perhimpunan Bangsa-Bangsa. Tujuan “mengakhiri kemiskinan” menempati urut nomor satu dan paling populer di antara 17 tujuan SDGs lainnya.
Mengingat pentingnya mencapai tujuan itu, Presiden Jokowi telah memberikan arahan khusus untuk mengakhiri penduduk miskin ekstrem pada 2024. Masalah tersebut telah beberapa kali dibahas dalam rapat terbatas (ratas) tentang strategi percepatan pengentasan kemiskinan.
“Kemiskinan ekstrem pada 2024 harus mencapai 0%. Strategi pengentasan kemiskinan harus terkonsolidasi, terintegrasi, dan tepat sasaran,” kata Jokowi pada ratas di Jakarta, 4 Maret 2020 itu. Presiden Jokowi kembali menekankan masalah itu dalam Pidato Kenegaraan dalam Penyampaian RUU APBN tahun 2022 dan Nota Keuangan 16 Agustus 2021.
“Kondisi fiskal tahun 2022 akan fokus untuk melanjutkan komitmen menurunkan kemiskinan, terutama penghapusan kemiskinan ekstrem, dan mengurangi ketimpangan sosial”.
Konsolidasi nasional itu dilaksanakan sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2022 yang menetapkan target pengurangan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024. Target ini enam tahun lebih cepat dari target SDGs.
Terakhir, Kemenko PMK menyelenggarakan forum konsolidasi nasional dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia tahun 2023-2024 di Ruang Heritage, Kemenko PMK, di Jakarta.
Sekretaris Kemenko PMK Andie Megantara mengungkap bahwa upaya pemerintah dan nonpemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ekstrem mulai menunjukkan hasil. “Pada September 2023 provinsi-provinsi yang berhasil mencapai angka mendekati 0% kemiskinan ekstrem bertambah dari enam provinsi menjadi 13 provinsi,” kata Andie.
Lebih lanjut, Andie mengatakan, selama setahun terakhir, baik dari survei BPS maupun Bank Dunia menunjukkan adanya penurunan angka kemiskinan ekstrem secara nasional. Menurut BPS, posisi angka kemiskinan ekstrem per Maret 2022 adalah 2,04% dan menurun di September 2023 menjadi 1,74%.
Perlu Kerja Sama
Tentu saja, untuk memberantas kemiskinan ekstrem hingga nol persen membutuhkan kerja sama dan kerja keras seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah melakukan konsolidasi kebijakan dan program penurunan beban pengeluaran dan peningkatan pendapatan, serta menguatkan sinergi antara kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya. Pemerintah juga terus memperbaiki dan memutakhirkan basis data untuk menjamin ketepatan sasaran dan integrasi program.
BACA JUGA:Solusi Untuk Ekonomi Sulit, Honda Luncurkan Motor Irit. 1 Liter Tembus 64 Km
Dalam upaya mencapai target tersebut, Kemenko PMK terus mendorong kerja sama berbagai kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, civitas akademika, dunia usaha, lembaga filantropi dan pihak terkait lainnya untuk memperkuat keterpaduan dan sinergi dalam upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah meminta seluruh pihak terkait terus melakukan konvergensi, integrasi, dan peningkatan kualitas pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan ekstrem sesuai Inpres 4/2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Kebijakan tersebut mengamanatkan kepada 22 kementerian, enam lembaga, dan pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah intervensi yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional dan pihak swasta untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem ini.
Sumber : Indonesi.go.id